SOSIOLOGI
1.
Interaksionisme Simbolik menurut Blumer dan Mead
Herbert Blumer dan
George Herbert Mead adalah yang pertama-tama mendefinisikan teori symbolic
interactionism.
Blumer mengutarakan
tentang tiga prinsip utama interaksionisme simbolik, yaitu tentang pemaknaan (meaning),
bahasa (language), dan pikiran (thought). Premis ini nantinya
mengantarkan kepada konsep ‘diri’ seseorang dan sosialisasinya kepada
‘komunitas’ yang lebih besar, masyarakat.
Blumer mengajukan
premis pertama, bahwa human act toward people or things on the basis of the
meanings they assign to those people or things. Maksudnya, manusia
bertindak atau bersikap terhadap manusia yang lainnya pada dasarnya dilandasi
atas pemaknaan yang mereka kenakan kepada pihak lain tersebut.
Sebagai contoh, dalam
film Kabayan, tokoh Kabayan sebenarnya akan memiliki makna yang berbeda-beda
berpulang kepada siapa atau bagaimana memandang tokoh tersebut. Ketika Kabayan
pergi ke kota besar, maka masyakat kota besar tersebut mungkin akan memaknai
Kabayan sebagai orang kampung, yang kesannya adalah norak, kampungan. Nah,
interaksi antara orang kota dengan Kabayan dilandasi pikiran seperti ini.
Padahal jika di desa tempat dia tinggal, masyakarat di sana memperlakukan
Kabayan dengan cara yang berbeda, dengan perlakuan lebih yang ramah. Interaksi
ini dilandasi pemikiran bahwa Kabayan bukanlah sosok orang kampung yang norak.
Once people define a
situation as real, its very real in its consequences. Pemaknaan tentang apa yang nyata bagi
kita pada hakikatnya berasal dari apa yang kita yakini sebagai kenyataan itu
sendiri. Karena kita yakin bahwa hal tersebut nyata, maka kita mempercayainya
sebagai kenyataan.
Dalam contoh yang
sama, ketika kita memaknai Kabayan sebagai orang yang kampungan, maka kita
menganggap pada kenyataannya Kabayan memang adalah orang yang kampungan. Begitu
pula sebaliknya.
Premis kedua Blumer
adalah meaning arises out of the social interaction that people have with
each other. Pemaknaan muncul dari interaksi sosial yang dipertukarkan di
antara mereka. Makna bukan muncul atau melekat pada sesuatu atau suatu objek
secara alamiah. Makna tidak bisa muncul ‘dari sananya’. Makna berasal dari
hasil proses negosiasi melalui penggunaan bahasa (language)—dalam
perspektif interaksionisme simbolik.
Di sini, Blumer
menegaskan tentang pentingnya penamaan dalam proses pemaknaan. Sementara itu
Mead juga meyakini bahwa penamaan simbolik ini adalah dasar bagi masyarakat
manusiawi (human society).
Ketika kita menyebut
Kabayan tadi dengan bahasa kampungan, konsekuensinya adalah kita menarik
pemaknaan dari penggunaan bahasa ‘kampungan’ tadi. Kita memperoleh pemaknaan
dari proses negosiasi bahasa tentang kata ‘kampungan’. Makna dari kata
‘kampungan’ tidaklah memiliki arti sebelum dia mengalami negosiasi di dalam
masyarakat sosial di mana simbolisasi bahasa tersebut hidup. Makna kata
kampungan tidak muncul secara sendiri, tidak muncul secara alamiah. Pemaknaan
dari suatu bahasa pada hakikatnya terkonstruksi secara sosial.
Premis ketiga Blumer
adalah an individual’s interpretation of symbols is modified by his or her
own thought process. Interaksionisme simbolik menggambarkan proses berpikir
sebagai perbincangan dengan diri sendiri. Proses berpikir ini sendiri bersifat
refleksif. Nah, masalahnya menurut Mead adalah sebelum manusia bisa berpikir,
kita butuh bahasa. Kita perlu untuk dapat berkomunikasi secara simbolik. Bahasa
pada dasarnya ibarat software yang dapat menggerakkan pikiran kita.
Cara bagaimana
manusia berpikir banyak ditentukan oleh praktek bahasa. Bahasa sebenarnya bukan
sekedar dilihat sebagai ‘alat pertukaran pesan’ semata, tapi interaksionisme
simbolik melihat posisi bahasa lebih sebagai seperangkat ide yang dipertukarkan
kepada pihak lain secara simbolik. Komunikasi secara simbolik.
Menurut blumer
istilah interaksionisme simbolik ini menunjuk kepada sifat khas dari interaksi
antar manusia. Kekhasannya adalah manusia saling menerjemahkan dan saling
mendefinisikan tindakannya. Bukan hanya reaksi belaka dari tindakan orang lain,
tapi didasarkan atas “makna” yang diberikan terhadap tindakan orang lain.
Interaksi antar individu, diantarai oleh
penggunaan simbol-simbol, interpretasi atau dengan saling berusaha untuk
saling memahami maksud dari tindakan masing-masing.
Pada teori ini dijelaskan bahwa tindakan manusia tidak disebabkan
oleh “kekuatan luar” (sebagaimana yang
dimaksudkan kaum fungsionalis struktural), tidak pula disebabkan oleh “kekuatan
dalam” (sebagaimana yang dimaksud oleh kaum reduksionis psikologis) tetapi
didasarkan pada pemaknaan atas sesuatu yang dihadapinya lewat proses yang oleh
Blumer disebut self-indication.
Menurut Blumer proses self-indication adalah proses
komunikasi pada diri individu yang dimulai dari mengetahui sesuatu, menilainya,
memberinya makna, dan memutuskan untuk bertindak berdasarkan makna tersebut.
Lebih jauh Blumer menyatakan bahwa
interaksi manusia dijembatani oleh penggunaan
simbol-simbol, oleh penafsiran, dan oleh kepastian makna dari tindakan orang
lain, bukan hanya sekedar saling bereaksi sebagaimana model stimulus-respons.
Interaksionisme
simbolis cenderung sependapat dengan perihal kausal proses interaksi social.
Dalam artian, makna tersebut tidak tumbuh dengan sendirinya namun mucul berkat
proses dan kesadaran manusia. Kecenderungan interaksionime simbolis ini muncul
dari gagasan dasar dari Mead yang mengatakan bahwa interaksionis symbol memusatkan perhatian pada tindakan dan interaksi
manusia, bukan pada proses mental yang terisolasi. Jadi sebuah symbol tidak
dibentuk melalui paksaan mental merupakan timbul berkat ekspresionis dan
kapasitas berpikir manusia.
Pada tahapan
selanjutnya, pokok perhatian interaksionisme simbolis mengacu pada dampak makna
dan symbol terhadap tindakan dan interaksi manusia. Dalam tahapan ini Mead memberikan gagasan mengenai
perilaku tertutup dan perilaku terbuka. Perilaku tertutup adalah proses
berpikir yang melibatkan makna dan symbol. Perilaku terbuka adalah perilaku
actual yang dilakukan oleh actor. Di
lain sisi, seorang actor juga akan memikirkan bagaimana dampak yang akan
terjadi sesuai dengan tindakan. Tindakan yang dihasilkan dari pemaknaan symbol
dan makna yang merupakan karakteristik khusus dalam tindakan social itu sendiri
dan proses sosialisasi.
Dalam
interaksionisme simbolis, seseorang memberikan informasi hasil dari pemaknaan
symbol dari perspektifnya kepada orang lain. Dan orang-orang penerima informasi
tersebut akan memiliki perspektif lain dalam memaknai informasi yang
disampaikan actor pertama. Dengan kata lain actor akan terlibat dalam proses
saling mempengaruhi sebuah tindakan social.
Untuk dapat
melihat adanya interaksi sosial yaitu dengan melihat individu berkomunikasi
dengan komunitasnya dan akan mengeluarkan bahasa-bahasa , kebiasaan atau
simbol-simbol baru yang menjadi objek penelitian para peneliti budaya .
Interaksi tersebut
dapat terlihat dari bagaimana komunitasnya, karena dalam suatu komunitas
terdapat suatu pembaharuan sikap yang menjadi suatu trend yang akan
dipertahankan , dihilangkan , atau dipebaharui maknanya iak itu terus melekat
pada suatu komunitas, interaksi simbolik juga dapat menjadi suatu alat
penafsiran untuk menginterpretaskan suatu masalah atau kejadian.
Melalui premis dan proposisi dasar yang ada, muncul tujuh
prinsip interaksionisme simbolik, yaitu:
1)
simbol dan interaksi menyatu. Karena itu, tidak cukup seorang peneliti
hanya merekam fakta, melainkan harus sampai pada konteks
2)
karena simbol juga bersifat personal, diperlukan pemahaman tentang jati
diri pribadi subyek penelitian
3)
peneliti sekaligus mengkaitkan antara simbol pribadi dengan komunitas
budaya yang mengitarinya
4)
perlu direkam situasi yang melukiskan simbol
5)
metode perlu merefleksikan bentuk perilaku dan prosesnya
6)
perlu menangkap makna di balik fenomena
7)
ketika memasuki
lapangan, sekedar mengarahkan pemikiran subyek, akan lebih baik.
George Herbert
Mead
Perbedaan penggunaan
bahasa pada akhirnya juga menentukan perbedaan cara berpikir manusia tersebut.
Contoh sederhana adalah cara pikir orang yang berbahasa indonesia tentunya
berbeda dengan
cara pikir orang yang berbahasa jawa. Begitu pula orang yang berbahasa sunda
akan berbeda cara berpikirnya dengan orang yang berbahasa inggris, jerman, atau
arab.
Akan tetapi walaupun
pemaknaan suatu bahasa banyak ditentukan oleh konteks atau konstruksi sosial,
seringkali interpretasi individu sangat berperan di dalam modifikasi simbol
yang kita tangkap dalam proses berpikir. Simbolisasi dalam proses interaksi
tersebut tidak secara mentah-mentah kita terima dari dunia sosial, karena kita
pada dasarnya mencernanya kembali dalam proses berpikir sesuai dengan preferensi
diri kita masing-masing.
Walaupun secara
sosial kita berbagi simbol dan bahasa yang sama dalam kontek Kabayan dan kata
kampungan tadi, belum tentu dalam proses berpikir kita sama-sama menafsirkan
kata Kabayan dan kampungan dengan cara atau maksud yang sama dengan orang yang
lainnya. Semuanya sedikit banyak dipengaruhi oleh interpretasi individu dalam
penafsiran simbolisasi itu sendiri.
Pemaknaan merujuk
kepada bahasa. Proses berpikir merujuk kepada bahasa. Bahasa menentukan
bagaimana proses pemaknaan dan proses berpikir. Jadi, ketiganya saling terkait
secara erat. Interaksi ketiganya adalah yang menjadi kajian utama dalam
perspektif interaksionisme simbolik.
Dalam tataran konsep
komunikasi, maka secara sederhana dapat dilihat bahwa komunikasi hakikatnya adalah
suatu proses interaksi simbolik antara pelaku komunikasi. Terjadi pertukaran
pesan (yang pada dasarnya terdiri dari simbolisasi-simbolisasi tertentu) kepada
pihak lain yang diajak berkomunikasi tersebut. Pertukaran pesan ini tidak hanya
dilihat dalam rangka transmisi pesan, tapi juga dilihat pertukaran cara pikir,
dan lebih dari itu demi tercapainya suatu proses pemaknaan.
Komunikasi adalah
proses interaksi simbolik dalam bahasa tertentu dengan cara berpikir tertentu
untuk pencapaian pemaknaan tertentu pula, di mana kesemuanya terkonstruksikan
secara sosial.
Mungkin kontribusi
terbesar Mead terhadap bagaimana kita memahami cara kita berpikir adalah
konsepsi Mead tentang ‘seni berperan’ (take the role of the other).
Setelah kita paham
tentang konsep meaning, language, dan thought saling terkait,
maka kita dapat memahami konsep Mead tentang ‘diri’ (self). Konsep diri
menurut Mead sebenarnya kita melihat diri kita lebih kepada bagaimana orang
lain melihat diri kita (imagining how we look to another person). Kaum
interaksionisme simbolik melihat gambaran mental ini sebagai the
looking-glass self dan bahwa hal tersebut dikonstruksikan secara sosial.
Dalam konsepsi
interaksionisme simbolik dikatakan bahwa kita cenderung menafsirkan diri kita
lebih kepada bagaimana orang-orang melihat atau menafsirkan diri kita. Kita
cenderung untuk menunggu, untuk melihat bagaimana orang lain akan memaknai diri
kita, bagaimana ekspektasi orang terhadap diri kita. Oleh karenanya konsep diri
kita terutama kita bentuk sebagai upaya pemenuhan terhadap harapan atau
tafsiran orang lain tersebut kepada diri kita.
Kita acap kali
mencoba memposisikan diri ke dalam orang lain, dan mencoba melihat bagaimanakah
perspektif orang tersebut ketika memandang diri kita. Kita semacam meminjam kaca
mata orang lain tersebut untuk dan dalam melihat diri kita.
Konsep diri adalah
fungsi secara bahasa. Tanpa pembicaraan maka tidak akan ada konsep diri. Nah,
konsep diri ini sendiri pada nantinya terbentuk atau dikonstruksikan melalui
konsep pembicaraan itu sendiri, melalui bahasa (language).
Sebagai contoh adalah
bagaimana proses komunikasi dan permainan bahasa yang terjadi dalam hubungan
antara dua orang, terutama pria dengan wanita. Ketika mereka berkomunikasi
dengan menggunakan simbolisasi bahasa SAYA dan ANDA, maka konsep diri yang
terbentuk adalah “dia ingin diri saya dalam status yang formal”. Atu misalkan
simbolisasi bahasa yang dipakai adalah ELO dan GUE maka konsep diri yang
terbentuk adalah “dia ingin menganggap saya sebagai teman atau kawan semata”.
Dan tentunya akan sangat berbeda jika simbolisasi yang digunakan adalah kata
AKU dan KAMU, maka konsep diri yang lebih mungkin adalah “dia ingin saya dalam
status yang lebih personal, yang lebih akrab” atau lebih merujuk kepada konsep
diri bahwa “kita sudah jadian atau pacaran”. Misalkan. Jadi, dalam suatu proses
komunikasi, simbolisasi bahasa yang digunakan akan sangat berpengaruh kepada
bagaimana konsepdiri yang nantinya akan terbentuk.
Lebih luas lagi pada
dasarnya pola komunikasi ataupun pola interaksi manusia memang bersifat
demikian. Artinya, lebih kepada proses negosiasi dan transaksional baik itu
antar dua individu yang terlibat dalam proses komunikasi maupun lebih luas lagi
bagaimana konstruksi sosial mempengaruhi proses komunikasi itu sendiri. Teori
interaksionisme simbolik mendeskripsikan hal ini secara gamblang.
2.
Interaksi Sosial, Kontak Sosial, Komunikasi, Imitasi,
Asimilasi, Akomodasi, Arbitration, Bargaining, Situasi dan Penafsiran Sosial,
serta Identifikasi menurut Freud (Aspek, Syarat, dan Jenis)
Interaksi sosial merupakan suatu fondasi dari hubungan yang berupa
tindakan yang berdasarkan norma dan nilai sosial yang berlaku
dan diterapkan di dalam masyarakat. Dengan adanya nilai dan norma yang berlaku,interaksi sosial itu
sendiri dapat berlangsung dengan baik jika aturan - aturan dan nilai – nilai
yang ada dapat dilakukan dengan baik. Jika tidak adanya kesadaran atas pribadi
masing – masing,maka proses sosial itu sendiri tidak dapat berjalan sesuai
dengan yang kita harapkan. Di dalam kehidupan sehari – hari tentunya manusia
tidak dapat lepas dari hubungan antara satu dengan yang lainnya,ia akan selalu
perlu untuk mencari
individu ataupun
kelompok lain untuk dapat berinteraksi ataupun bertukar pikiran. Menurut Prof. Dr. Soerjono Soekamto di dalam
pengantar sosiologi, interaksi sosial merupakan kunci semua kehidupan sosial.
Dengan tidak adanya komunikasi ataupun interaksi antar satu sama
lain maka tidak mungkin ada kehidupan bersama. Jika hanya fisik yang saling
berhadapan antara satu sama lain, tidak dapat menghasilkan suatu bentuk
kelompok sosial yang dapat saling berinteraksi. Maka dari itu dapat disebutkan
bahwa interaksi merupakan dasar
dari suatu bentuk proses sosial karena tanpa adanya interaksi sosial, maka
kegiatan–kegiatan antar satu individu dengan yang lain tidak dapat disebut
interaksi.
Syarat interaksi
sosial
Menurut Soerjono Soekanto, interaksi sosial tidak mungkin terjadi tanpa
adanya dua syarat, yaitu kontak sosial dan komunikasi.
Kata “kontak” (Inggris: “contact")
berasal dari bahasa Latin con atau cum
yang artinya bersama-sama dan tangere yang artinya menyentuh. Jadi,
kontak berarti bersama-sama menyentuh. Dalam pengertian sosiologi, kontak
sosial tidak selalu terjadi melalui interaksi atau hubungan fisik, sebab orang
bisa melakukan kontak sosial dengan pihak lain tanpa menyentuhnya, misalnya
bicara melalui telepon, radio, atau surat elektronik. Oleh karena itu, hubungan
fisik tidak menjadi syarat utama terjadinya kontak. Kontak sosial memiliki
sifat-sifat berikut.
- Kontak sosial dapat bersifat positif atau negatif.
Kontak sosial positif mengarah pada suatu kerja sama, sedangkan kontak
sosial negatif mengarah pada suatu pertentangan atau konflik.
- Kontak sosial dapat bersifat primer atau sekunder.
Kontak sosial primer terjadi apabila para peserta interaksi bertemu muka
secara langsung. Misalnya, kontak antara guru dan murid di dalam kelas,
penjual dan pembeli di pasar tradisional, atau pertemuan ayah dan anak di
meja makan. Sementara itu, kontak sekunder terjadi apabila interaksi
berlangsung melalui suatu perantara. Misalnya, percakapan melalui telepon.
Kontak sekunder dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Kontak
sekunder langsung misalnya terjadi saat ketua RW mengundang ketua RT
datang ke rumahnya melalui telepon. Sementara jika Ketua RW menyuruh
sekretarisnya menyampaikan pesan kepada ketua RT agar datang ke rumahnya,
yang terjadi adalah kontak sekunder tidak langsung.
Contoh Kontak Sosial:
a.
Menurut
Bentuknya
1)
Kontak
antara individu dengan individu
Misalnya :
a.
kontak
antara anak dengan orangtuanya
b.
kontak
antara siswa dengan guru
2)
Kontak
antara individu dengan kelompok
Misalnya :
a. kontak antara guru dengan semua
siswanya di dalam kelas
b. kontak antara penceramah dengan semua
pendengar seminar.
c.
kontak
antara dua kesebelasan di lapangan untuk memperebutkan kejuaraan tertentu.
3)
Kontak
antara kelompok dengan kelompok
Misalnya :
a. kontak antara dua perusahaan dalam
hubungan bisnis
b.
kontak
antara dua kesebelasan di lapangan untuk memperebutkan kejuaraan tertentu.
b.
Dalam
lingkungan masyarakat
Contohnya : Gaya rambut dan pakaian.
Faktor-faktor yang mempercepat proses imitasi.
Macam-macam kontak social
Kontak dapat dibedakan atas beberapa
macam berdasarkan caranya, sifatnya, bentuknya dan tingkat hubungannya
a.
Kontak
langsung dan kontak tidak langsung
b.
Kontak
antarindivu, antar kelompok dan individu dengan kelompok
c.
Kontak
yang mengarah ke hal yang positif ataupun yang mengarah ke hal yang negative.
d.
Kontak
primer (langsung) dan kontak sekunder (via alat atau sarana komunikasi).
Komunikasi
merupakan syarat terjadinya interaksi sosial. Hal terpenting dalam komunikasi
yaitu adanya kegiatan saling menafsirkan perilaku (pembicaraan, gerakan-gerakan
fisik, atau sikap) dan perasaan-perasaan yang disampaikan. Ada lima unsur pokok
dalam komunikasi yaitu sebagai berikut.
- Komunikator, yaitu orang yang menyampaikan pesan,
perasaan, atau pikiran kepada pihak lain.
- Komunikan, yaitu orang atau sekelompok orang yang
dikirimi pesan, pikiran, atau perasaan.
- Pesan, yaitu sesuatu yang disampaikan oleh
komunikator. Pesan dapat berupa informasi, instruksi, dan perasaan.
- Media, yaitu alat untuk menyampaikan pesan. Media
komunikasi dapat berupa lisan, tulisan, gambar, dan film.
- Efek, yaitu perubahan yang diharapkan terjadi pada
komunikan, setelah mendapatkan pesan dari komunikator.
Ada tiga tahap
penting dalam proses komunikasi. Ketiga tahap tersebut adalah sebagai berikut.
Pada tahap ini,
gagasan atau program yang akan dikomunikasikan diwujudkan dalam kalimat atau
gambar. Dalam tahap ini, komunikator harus memilih kata, istilah, kalimat, dan
gambar yang mudah dipahami oleh komunikan. Komunikator harus menghindari
penggunaan kode-kode yang membingungkan komunikan.
Pada tahap ini,
istilah atau gagasan yang sudah diwujudkan dalam bentuk kalimat dan gambar
disampaikan. Penyampaian dapat berupa lisan, tulisan, dan gabungan dari
keduanya.
Pada tahap ini
dilakukan proses mencerna dan memahami kalimat serta gambar yang diterima
menurut pengalaman yang dimiliki.
Model komunikasi
adalah representasi fenomena komunikasi dengan menonjolkan unsur-unsur
terpenting guna memahami suatu proses komunikasi.
Dilihat dari
bentuknya, model komunikasi dasar adalah :
- Model komunikasi
linear satu arah
- Model komunikasi
sirkuler
Model-model Komunikasi Linear : Satu
Arah
Model ini didasari
paradigma stimulus-respons. Menurut paradigma ini, komunikan akan memberikan
respons sesuai stimulus yang diterimanya. Komunikan adalah makhmuk pasif,
menerima apapun yang disampaikan komunikator kepadanya. Komunikator aktif
menyampaikan pesan, komunikan pasif menerima pesan, pesan berlangsung searah
dan relative tanpa umpan balik, karena itu disebut linear.
Model-model Komunikasi Sirkuler : Dua
Arah
Model sirkuler
umumnya berangkat dari paradigma antarpribadi, di mana kedudukan komunikator
dan komunikan relative setara. Munculnya paradigma baru ini merupakan pemisahan
dari paradigma yang lama tentang komunikasi yang linear. Model sirkuler
dikritik karena adanya kesamaan tingkat (equality)antara komunikator dan
komunikan.
Komunikasi merupakan
proses penyampian pesan dari komunikator (penyampai) pesan) kepada komunikan
(penerima pesan). Komunikasi berlangsung apabila seseorang menyampikan suatu
stimulus (rangsang) yang kemudian memeproleh arti tertentu yang dijawab
(respon) oleh orang lain.
Komunikasi diartikan
bahwa seseorang memberikan tafsiran pada perilaku orang lain (bisa berupa
pembicaraan, gerak-gerak badaniah atau sikap); dan perasaan-perasaan apa yang
ingin disampikan oleh orang tersebut. Orang tersebut kemudian memberikan
respon/reaksi terhadap apa yang disampaikan. Misalnya apabila seorang gadis
menerima seikat bunga, secara spontan ia akan mencium bunga tersebut; akan
tetapi yang menjadi pertanyaan dari gadis tersebut adalah siapa yang mengirim
bunga tersebut, dan apa yang menyebabkan dia mengirimkannya. Apakah bunga
tersebut dikirimkan sebagai tanda cinta, perhatian, untuk mendamaikan suatu
perselisihan, untuk peringatan hari ulang tahun, untuk memenuhi janji, sebagai
tanda simpati atas kesehatan seseoraang dll. Apabila gadis tersebut tidak dapat
menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, maka dia-pun tidak tahu apa yang akan
dilakukannya, dan selama itu juga belum terjadi komunikasi.
Dalam komunikasi
terjadi pula berbagai macam penafsiran terhadap tingkah laku orang lain.
Misalnya seulas senyum bisa ditafsirkan sebagai keramahtamahan, sikap
bersahabat. Lirikan bisa ditafsirkan bahwa mungkin orang tersebut tidak senang
atau malah sebaliknya menunjukkan ketertarikan.
Faktor dasar
terbentuknya interaksi sosial
Proses interaksi sosial yang terjadi dalam masyarakat
bersumber dari faktor imitasi, sugesti, simpati, motivasi, identifikasi dan
empati.
Imitasi: atau meniru
adalah suatu proses kognisi untuk melakukan
tindakan maupun aksi seperti yang dilakukan oleh model dengan melibatkan alat indera sebagai penerima
rangsang dan pemasangan kemampuan persepsi untuk mengolah informasi dari rangsang
dengan kemampuan aksi untuk melakukan gerakan motorik. Proses ini
melibatkan kemampuan kognisi tahap tinggi
karena tidak hanya melibatkan bahasa namun juga pemahaman terhadap pemikiran
orang lain.
Imitasi saat ini
dipelajari dari berbagai sudut pandang ilmu seperti psikologi, neurologi, kognitif, kecerdasan
buatan, studi hewan (animal study), antropologi, ekonomi, sosiologi dan filsafat. Hal ini
berkaitan dengan fungsi imitasi pada pembelajaran
terutama pada anak, maupun kemampuan manusia untuk berinteraksi secara sosial
sampai dengan penurunan budaya pada generasi selanjutnya.
Imitasi atau meniru adalah suatu proses kognisi untuk melakukan
tindakan maupun aksi seperti yang dilakukan oleh model dengan melibatkan
indera sebagai penerima rangsang dan pemasangan
kemampuan persepsi untuk mengolah
informasi dari rangsang dengan kemampuan aksi untuk melakukan gerakan motorik. Proses ini
melibatkan kemampuan kognisi tahap tinggi
karena tidak hanya melibatkan bahasa namun juga
pemahaman terhadap pemikiran orang lain[1].
Kajian psikologi
Imitasi harus dibedakan dengan peniruan gerakan yang sama
saja (mimikri) maupun peniruan
tujuan (emulasi), namun pada
proses imitasi manusia melakukan prinsip
peniruan suatu aksi dengan memahami
tujuan aksi dan diarahkan oleh pencapaian target tujuan (goal)].
Selain itu dengan imitasi, dikatakan bahwa anak membentuk teory
pemikirannya (Theory of Mind) melalui imitasi terhadap aksi orang lain maupun
persepsi terhadap rangsang yang diterima
dari lingkungannya.
Kajian neurosains
Ditemukannya mirror neuron system atau sistem
saraf cermin pada monyet jenis macaque yang dipublikasikan pada tahun
1996 oleh Giacomo Rizzolati dari Universitas Parma Italy[6] memberikan bukti neurologis bahwa imitasi
penting. Sistem saraf cermin adalah saraf binatang dan manusia yang menyala saat
melakukan suatu aksi maupun menyaksikan aksi yang sama dilakukan oleh binatang
atau manusia lain.
Sistem saraf cermin (SSC) terletak pada bagian precortex otak. SSC ini membantu
untuk memahami tindakan yang dilakukan oleh orang lain, sehingga memungkinkan
untuk diimitasi.
Identifikasi: adalah pemberian
tanda-tanda pada golongan barang-barang atau sesuatu. Hal ini perlu, oleh
karena tugas identifikasi ialah membedakan
komponen-komponen yang satu dengan yang lainnya, sehingga tidak menimbulkan
kebingungan. Dengan identifikasi dapatlah suatu
komponen itu dikenal dan diketahui masuk dalam golongan mana. Cara pemberian
tanda pengenal pada komponen, barang atau bahan bermacam-macam antara lain
dengan menggantungkan kartu pengenal, seperti halnya orang yang akan naik kapal
terbang, tasnya akan diberi tanpa pengenal pemilik agar supaya nanti
mengenalinya mudah.
Identifikasi adalah imitasi yang
mendalam sehingga ingin menjadi sama dengan pihak lain baik secara disengaja
maupun tanpa disengaja. Contoh : Seseorang ingin menjadi seperti Tukul Arwana
akan berupaya bergaya tingkah laku seperti Tukul.
Identifikasi adalah
sebuah istilah dari
psikologi Sigmund Freud.
Istilah identifikasi timbul dalam
uraian Freud mengenai
cara-cara seorang anak belajar
norma-norma sosial dari
orang tuanya. Dalam
garis besarnya, anak itu
belajar menyadari bahwa
dalam kehidupan terdapat
norma-norma dan
peraturan-peraturan yang sebaiknya
dipenuhi dan ia pun
mempelajarinya yaitu dengan dua cara utama.
Pertama ia
mempelajarinya karena didikan
orangtuanya yang menghargai tingkah laku
wajar yang memenuhi
cita-cita tertentu dan
menghukum tingkah laku yang
melanggar norma-normanya. Lambat
laun anak itu memperoleh pengetahuan
mengenai apa yang
disebut perbuatan yang
baik dan apa yang
disebut perbuatan yang tidak baik
melalui didikan dari orangtuanya.
Identifikasi dalam
psikologi berarti dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan seorang
lain. Kecenderungan ini
bersifat tidak sadar
bagi anak dan tidak
hanya merupakan kecenderungan
untuk menjadi seperti
seseorang secara lahiriah saja, tetapi justru secara batin. Artinya,
anak itu secara tidak sadar mengambil alih
sikap-sikap orangtua yang
diidentifikasinya yang dapat ia
pahami norma-norma dan
pedoman-pedoman tingkah lakunya sejauh kemampuan yang ada pada anak
itu.
Sebenarnya,
manusia ketika ia masih kekurangan akan norma-norma, sikap-sikap, cita-cita,
atau pedoman-pedoman tingkah
laku dalam bermacam-macam situasi
dalam kehidupannya, akan
melakukan identifikasi kepada orang-orang yang
dianggapnya tokoh pada
lapangan kehidupan tempat
ia masih kekurangan pegangan.
Demikianlah, manusia itu
terus-menerus melengkapi
sistem norma dan
cita-citanya itu, terutama
dalam suatu masyarakat yang
berubah-ubah dan yang situasi-situasi kehidupannya serba ragam.
Ikatan yang
terjadi antara orang
yang mengidentifikasi dan
orang tempat identifikasi merupakan
ikatan batin yang
lebih mendalam daripada
ikatan antara orang yang
saling mengimitasi tingkah
lakunya. Di samping
itu, imitasi dapat berlangsung
antara orang-orang yang
tidak saling kenal, sedangkan orang
tempat kita mengidentifikasi itu
dinilai terlebih dahulu dengan
cukup teliti (dengan
perasaan) sebelum kita mengidentifikasi diri dengan
dia, yang bukan
merupakan proses rasional
dan sadar, melainkan irasional dan berlangsung di bawah
taraf kesadaran kita.
Motivasi: yaitu rangsangan pengaruh, stimulus yang diberikan
antar masyarakat, sehingga orang
yang diberi motivasi menuruti tau
melaksanakan apa yang dimotivasikan secara kritis, rasional dan penuh rasa
tanggung jawab . Motivasi biasanya
diberikan oleh orang yang memiliki status yang lebih tinggi dan berwibawa,
misalnya dari seorang ayah kepada anak, seorang guru kepada siswa.
Simpati: adalah
ketertarikan seseorang kepada orang lain hingga mampu merasakan perasaan orang
lain tersebut. Contoh: membantu orang lain yang terkena musibah hingga
memunculkan emosional yang mampu
merasakan orang yang terkena musibah tersebut.
Hubungan antara suatu
individu masyarakat dengan relasi -
relasi sosial lainnya,menentukan struktur dari masyarakatnya yang dimana
hubungan antar manusia dengan relasi tersebut berdasarkan atas suatu komunikasi yang dapat
terjadi di antara keduanya. Hubungan antar manusia atau relasi – relasi
sosial,suatu individu dengan sekumpulan kelompok masyrakat,baik dalam bentuk
individu atau perorangan maupun dengan kelompok – kelompok dan antar kelompok masyarakat itu
sendiri,menciptakan segi dinamika dari sisi perubahan dan perkembangan masyarakat. Sebelum
terbentuk sebagai suatu bentuk konkrit,komunikasi atau hubungan yang sesuai
dengan nilai – nilai sosial di dalam suatu masyarakat,telah mengalami
suatu proses terlebih dahulu yang dimana proses – proses ini merupakan suatu
bentuk dari proses sosial itu sendiri.
Interaksi social didasari oleh beberapa
aspek (ekonomi, sosial maupun budaya)
1. Aspek Ekonomi
a. Adanya daerah surplus dan minus
menimbulkan aliran barang kmoditas.
b. Perpindahan penduduk untuk memperbaiki
ekonominya.
c. Tekhnologi tepat guna akan meningkatkan
kualitas dan kuantitas
d. wiraswasta dalam berbagai bidang.
e. Kebutuhan timbale balik antara desa dan
kota menyebabkan timbulnya
f. pasar.
g. Variasi mata pencaharian penduduk.
2. Aspek Sosial.
a. Terjadi perubahan sosial yang baik.
b. Meningkatnya fasilitas pendidikan,
kesehatan, hiburan dll
c. Meningkatnya sarana transportasi dan
komunikasi
d. Berkembangnya organisasi social.
3. Aspek Budaya
a. Berkembangnya perlatan dan
perlengkakpan hidup
b. Komunikasi semakin terbuka
c. Berubahnya sistim nilai dan norma.
d.
Penetrasi
budaya kota ke desa.
Macam - Macam Interaksi Sosial
Menurut Maryati dan Suryawati (2003) interaksi sosial dibagi
menjadi tiga macam, yaitu:
1. Interaksi antara individu dan individu
Dalam hubungan ini bisa terjadi interaksi positif ataupun
negatif. Interaksi positif, jika jika hubungan yang terjadi saling
menguntungkan. Interaksi negatif, jika hubungan timbal balik merugikan satu
pihak atau keduanya (bermusuhan).
2. Interaksi antara individu dan kelompok
Interaksi ini pun dapat berlangsung secara positif maupun negatif.
Bentuk interaksi sosial individu dan kelompok bermacam - macam sesuai situasi
dan kondisinya.
3. Interaksi sosial antara kelompok dan kelompok
Interaksi sosial kelompok dan kelompok terjadi sebagai satu
kesatuan bukan kehendak pribadi. Misalnya, kerja sama antara dua perusahaan
untuk membicarakan suatu proyek.
Bentuk - Bentuk Interaksi Sosial
Berdasarkan pendapat menurut Tim Sosiologi (2002), interaksi
sosial dikategorikan ke dalam dua bentuk, yaitu:
1. Interaksi sosial yang bersifat asosiatif, yakni yang
mengarah kepada bentuk - bentuk asosiasi (hubungan atau gabungan) seperti :
a. Kerja sama
Adalah suatu usaha bersama antara orang perorangan atau
kelompok untuk mencapai tujuan bersama.
b. Akomodasi
Adalah suatu proses penyesuaian sosial dalam interaksi
antara pribadi dan kelompok - kelompok manusia untuk meredakan pertentangan.
Akomodasi(istilah
Sosiologi) memiliki dua makna
yaitu merujuk pada keadaan dan proses. Akomodasi yang merujuk pada keadaan
menunjukkan keseimbangan dalam interaksi antar individu atau antara kelompok yang berkaitan dengan
nilai dan norma sosial yang berlaku.
Istilah akomodasi
digunakan dalam dua arti, yaitu sebagai suatu keadaan dan suatu proses. Sebagai
suatu keadaan, akomodasi berarti adanya kenyataan suatu keseimbangan
(equilibrium) hubungan antar individu atau kelompok dalam berinteraksi
sehubungan dengan norma-norma sosial dan kebudayaan yang berlaku. Sebagai suatu
proses, akomodasi berarti sebagai usaha manusia untuk meredakan atau
menghindari konflik dalam rangka mencapai kestabilan (Menurut Soerjono
Soekanto).
suatu proses dalam
hubungan-hubungan sosial yang mengarah kepada adaptasi sehingga antar individu
atau kelompok terjadi hubungan saling menyesuaikan untuk mengatasi
ketegangan-ketegangan (menurut Gillin and Gillin).
Atau dapat dikatakan
suatu prose sosial atau interaksi guna mencapat keseimbangan sosial dalam
masyarakat baik antarindividu, kelompok atau golongan guna meredakan ketegangan
yang timbul akibat adanya perselisihan.
Adapun tujuan
Akomodasi secara sosiologis adalah :
- Untuk mengurangi
konflik yang timbul akibat adanya perbedaan atau paham
- Mencegah
meledaknya konflik yang lebih besar
- Meningkatkan
kerjasama antar kelompok
- Mengusahakan
peleburan antar kelompok yang terpisah
Jenis konflik yang
timbul dalam masyarakat (Ramlan Surbakti : 1992) :
- Konflik
Horizontal, dimana terjadi karena kemajemukan dalam masyarakat contoh,
konflik antar agama, ras.
- Konflik Vetikal,
konflik antar golongan yang berbeda kelas (kasta) contohnya adalah
penguasa dan rakyat
Beberapa bentuk
akomodasi yaitu:
1. Koersi
bentuknya melalu
paksaan fisik atau fisiologis
2. Kompromi
bentuk akomodasi
ketika pihak yang terlibat saling mengurangi tuntutan agar tercapai suatu
penyelesaian.
3.Arbitrase
Cara mencapai sebuah
kompromi melalui pihak ketiga karena pihak pihak yang bertikai tidak mampu
menyelesaikan masalahnya sendiri.
4.Mediasi
Hampir mirip dengan
arbitrasi,perbedaannya adalah pada mediasi pihak ketiga netral. Hanya berfungsi
sebagai penasihat.
5.Konsiliasi
suatu usaha
mempertemukan keinginan pihak - pihak yang bertikai untuk mencapai suatu
kesepakatan.
6.Toleransi
Suatu akomodasi yang
terjadi tanpa persetujuan formal. Toleransi berupa sikap sabar membiarkan
perbedaan sehingga pertikaian dapat selesai dengan sendirinya.
7.Stalemate
Ketika pihak - pihak
yang bertikai memiliki kekuatan seimbang sehingga pertikaian tersebut berhenti
pada titik tertentu atau kemacetan yang mantap.
8.Adjudikasi
Suatu cara
penyelesaian masalah yang melalui pengadilan.
9.Segresi
Tiap tiap pihak
memisahkan diri dan saling menghindar dalam rangka mengurangi ketegangan.
10. Eliminasi
Pengunduran diri
salah satu pihak yang terlibat dalam konflik karena mengalah.
11.Subjugation
atau domination
Pihak yang mempunyai
kekuatan besar meminta pihak lain menaatinya.
12.Majority
RuleKeputusan yang
diambil berdasarkan suara mayoritas dalam suatu voting.
13.
Minority Consent
Memperhatikan
kepentingan pihak minoritas,sehinga terjalin kerja sama antara pihak mayoritas
dan minoritas.
14.Konversi
Penyelesaian konflik
dengan cara salah satu pihak bersedia mengalah dan mau menerima pendirian pihak
lain.
15. Gencatan senjata
Penangguhan
permusuhan dalam jangka waktu tertentu
c. Asimilasi
Adalah proses sosial yang timbul bila ada kelompok
masyarakat dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda, saling bergaul secara
intensif dalam jangka waktu lama, sehingga lambat laun kebudayaan asli mereka
akan berubah sifat dan wujudnya membentuk kebudayaan baru sebagai kebudayaan
campuran.
Asimilasi adalah pembauran dua kebudayaan yang disertai dengan hilangnya ciri khas kebudayaan asli
sehingga membentuk kebudayaan baru. Suatu asimilasi ditandai oleh usaha-usaha
mengurangi perbedaan antara orang atau kelompok.
Untuk mengurangi perbedaan itu, asimilasi meliputi
usaha-usaha
mempererat kesatuan tindakan, sikap, dan perasaan dengan memperhatikan
kepentingan serta tujuan bersama.
Hasil dari proses asimilasi yaitu semakin tipisnya batas
perbedaan antarindividu dalam suatu kelompok, atau bisa juga batas-batas
antarkelompok. Selanjutnya, individu melakukan identifikasi diri dengan
kepentingan bersama. Artinya, menyesuaikan kemauannya dengan kemauan kelompok.
Demikian pula antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain.
Asimilasi dapat terbentuk apabila terdapat tiga
persyaratan berikut: terdapat sejumlah kelompok yang memiliki kebudayaan
berbeda. terjadi pergaulan antarindividu atau kelompok secara intensif dan
dalam waktu yang relatif lama. Kebudayaan masing-masing kelompok tersebut
saling berubah dan menyesuaikan diri.
·
Faktor pendorong Faktor-faktor
yang mendorong atau mempermudah terjadinya asimilasi adalah sebagai berikut.
Toleransi di antara sesama kelompok yang berbeda kebudayaan Kesempatan yang
sama dalam bidang ekonomi Kesediaan menghormati dan menghargai orang asing dan
kebudayaan yang dibawanya. Sikap terbuka dari golongan yang berkuasa dalam
masyarakat Persamaan dalam unsur-unsur kebudayaan universal Perkawinan antara
kelompok yang berbeda budaya Mempunyai musuh yang sama dan meyakini kekuatan
masing-masing untuk menghadapi musuh tersebut.
·
Faktor penghalang Faktor-faktor
umum yang dapat menjadi penghalang terjadinya asimilasi antara lain sebagai
berikut. Kelompok yang terisolasi atau terasing (biasanya kelompok minoritas)
Kurangnya pengetahuan mengenai kebudayaan baru yang dihadapi Prasangka negatif
terhadap pengaruh kebudayaan baru. Kekhawatiran ini dapat diatasi dengan
meningkatkan fungsi lembaga-lembaga kemasyarakatan Perasaan bahwa kebudayaan
kelompok tertentu lebih tinggi daripada kebudayaan kelompok lain. Kebanggaan
berlebihan ini mengakibatkan kelompok yang satu tidak mau mengakui keberadaan
kebudayaan kelompok lainnya Perbedaan ciri-ciri fisik, seperti tinggi badan,
warna kulit atau rambut Perasaan yang kuat bahwa individu terikat pada
kebudayaan kelompok yang bersangkutan Golongan minoritas mengalami gangguan
dari kelompok penguasa
Faktor-faktor yang
mempermudah terjadinya asimilasi :
1). Adanya toleransi
amsing-masing kelompok
2). Kesempatan dalam
bidang ekonomi yang seimbang
3). Sikap saling
menghargai kebudayaan amsing-masing
4). Sikap terbuka dan
mau bekerja sama
5). Adanya
unsur-unsur kebudayaan yang mirip atau memiliki persamaan
6). Antara kelompok
yang berbeda terjadi perkawinan
7). Adanya musuh
bersama dari luar, sehinggaa menodorng masing-masing kelompok untuk bersatu
Faktor-faktor yang
mempersulit terjadinya asimilasi :
1). Perbedaan
ciri-ciri fisik badaniah
2). Identitas sosial
khas yang terus-menerus dipertahankan
3). Dominasi ekonomi
oleh kelompok tertentu
4). Terisolasinya
kelompok tertentu dalam suatu kawasan, misalnya kelompok dengan tingkat ekonomi
lebih baik menghuni suatu kawasan pemukiman khusus (perumahan elit) akan
menyulitkan pembaauran dan asimilasi.
d. Akulturasi
Adalah proses sosial yang timbul, apabila suatu kelompok
masyarakat manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur -
unsur dari suatu kebudayaan asing sedemikian rupa sehingga lambat laun unsur -
unsur kebudayaan asing itu diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri,
tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian dari
kebudayaan itu sendiri.
2. Interaksi sosial yang bersifat disosiatif, yakni yang
mengarah kepada bentuk - bentuk pertentangan atau konflik, seperti :
a. Persaingan
Adalah suatu perjuangan yang
dilakukan perorangan atau kelompok sosial tertentu, agar memperoleh kemenangan
atau hasil secara kompetitif, tanpa menimbulkan ancaman atau benturan fisik di
pihak lawannya.
b. Kontravensi
Adalah bentuk proses sosial yang
berada di antara persaingan dan pertentangan atau konflik. Wujud kontravensi
antara lain sikap tidak senang, baik secara tersembunyi maupun secara terang -
terangan yang ditujukan terhadap perorangan atau kelompok atau terhadap unsur -
unsur kebudayaan golongan tertentu. Sikap tersebut dapat berubah menjadi
kebencian akan tetapi tidak sampai menjadi pertentangan atau konflik.
c. Konflik
Adalah proses sosial antar
perorangan atau kelompok masyarakat tertentu, akibat adanya perbedaan paham dan
kepentingan yang sangat mendasar, sehingga menimbulkan adanya semacam gap atau
jurang pemisah yang mengganjal interaksi sosial di antara mereka yang bertikai
tersebut.
Ciri - Ciri Interaksi Sosial
Menurut Tim Sosiologi (2002),
ada empat ciri - ciri interaksi sosial, antara lain:
a. Jumlah pelakunya lebih dari
satu orang
b. Terjadinya komunikasi di
antara pelaku melalui kontak sosial
c. Mempunyai maksud atau tujuan
yang jelas
d. Dilaksanakan melalui suatu
pola sistem sosial tertentu
Bentuk-bentuk
interaksi sosial dapat berupa kerja sama (cooperation), persaingan (competition),
pertentangan (conflict). Secara rinci bentuk-bentuk interaksi sosial adalah
sebagai berikut :
1. Kerjasama
(cooperation)
Kerjasama maerupakan
suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk
mencapai satu atau beberapa tujuan bersama. Bentuk kerjasa antara lain :
bargaining, cooptation, coation, dan joint venture.
(a) Bargaining adalah
pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran barang-barang dan jasa-jasa antara
dua organisasi atau lebih
(b) Cooptation adalah
suatu penerimaan unsur baru dalam kepemimpinan baru dalam organisasi atau
kehidupan politik
(c) Coalition adalah
penggabungan dua organisasi atau lebih untuk mencapai tujuan bersama
(d) Joint venture
adalah kerjasama dalam pendirian atau penyelesaian proyek-proyek tertentu.
2. Akomodasi
Akomodasi bisa
menunjuk sebagai suatu keadaan atau proses. Akomodasi sebagai suatu proses
adalah usaha untuk meredakan suatu pertentangan, dalam mencapai kestabilan.
Akomodasi sebagai suatu keadaan adalah apabila antara dua kelompok yang saling
bertentangan berhenti tidak bertikai, tetapi masih dalam kondisi bertentangan.
Bentuk-bentuk akomodasi antara lain :
(a) Coercion
(penggunaan paksaan atau kekerasan)
Adalah suatu
akomodasi yang prosesnya dilaksanakan secara paksaan, di mana salah satu pihak
menguasai pihak lain.
(b) Compromise
(kompromi)
Adalah suatu
akomodasi di mana pihak-pihak yang berlawanan saling mengurangi tuntutannya
dengan mengadakan kesepakatan-kesepakatan (kompromi)
(c) Arbritation
(perwasitan)
Adalah penyelesaian
melalui pihak ketiga, apabila masing-masing pihak yang bertentangan tidak mampu
menyelesaikan sendiri.
(d) Mediation
(mediasi)
Penyelesaian sengketa
yang menyerupai arbritation, tetapi pihak ketiga hanya sebagai perantara dan
tidak mempunyai kewenangan mengambil prakarsa.
(e) Conciliation
(konsiliasi)
Adalah usaha untuk
mempertemukan keinginan pihak-pihak yang berselisih, agar tercapai persetujuan
bersama.
(f) Toleration
(toleransi)
Toleransi merupakan
bentuk akomodasi tanpa persetujuan bersama. Misalnya toleransi antarumat
beragama di Indonesia, masing-masing umat beragama berusaha menghindarkan diri
dari perselisihan.
(g) Stalemate (buntu)
Adalah pihak-pihak
yang saling bertentangan karena mempunyai kekuatan seimbang berhenti pada suatu
titik tertentu dalam melakukan pertentangan. Misalnya perang dingin anatar
Amerika-Rusia di masa lalu karena masalah nuklir
(h) Adjudication
(keputusan pengadilan)
Adalah penyelesaian
perkara atau sengketa melalui pengadilan.
3.
Analisis Situasi
Definisi Situasi
Konsep lain yang juga
penting diperhatikan dalam pembahasan mengenai interkasi sosial ialah konsep
definisi situasi (the definitiation of the situation) dari William Isac Thomas
(1968). Berbeda dengan pandangan yang mengatakan bahwa interkasi manusia
merupakan pemberian tanggapan (response) terhadap rangsangan (stimulus), maka
menurut Thomas seseorang tidak segera memberikan reaksi manakala ia mendapat
rangsangan dari luar. Menurutnya tindakan seseorang selalu didahului suatu
tahap penilaian dan pertimbangan; rangsangan dari luar diseleksi melalui proses
yang dinamakannya definisi atau penafsiran situasi. Dalam proses ini orang yang
bersangkutan memberi makna pada rangsangan yang diterimanya itu. Misalnya dalam
proses ini orang yang memberi salam, maka rangsangan yang berupa ucapan
“selamat pagi” diseleksi dan diberi makna. Bila menurut definisi situasi
seorang gadis ucapan “selamat pagi” dari seorang pria yang belum dikenalnya
tidak dilandasi itikad baik, ia akan cenderung memberikan reaksi berupa
tindakan yang sesuai dengan penafsirannya-misalnya mengabaikan salam tersebut.
Dalam kaitannya
dengan definisi situasi ini, Thomas terkenal karena ungakpannya : “when men
define situations as real, they are real in the consequnces” – bila orang
mendefinisikan situasi sebagai hal yang nyata, maka konsekuensinya nyata. Yang
dimaksudkannya di sini ialah bahwa definisi situasi yang dibuat orang akan
membawa konskeunsi nyata.
Thomas membedakan
antara dua macam definisi situasi : definisi situasi yang dibuat secara spontan
oleh individu, dan definisi situasi yang dibuat oleh masyarakat (definisi
situasi yang mengatur interaksi manusia). Definisi situasi dibuat oleh
masyarakat – keluarga, teman, komunitas. Thomas melihat adanya persaingan
antara kedua macam definisi situasi tersebut. Menurutnya moralitas yang
berwujud aturan atau hukum muncul untuk mengatur kepentingan pribadi agar tidak
bertentangan dengan kepentingan masyarakat.
Situasi dan Penafsiran Sosial
Penafsiran sosiologis
adalah penafsiran yang disesuaikan dengan keadaan sosial dalam masyarakat agar
penerapan hukum sesuai dengan tujuannya yaitu kepastian hukum berdasarkan asas
keadilan masarakat.
4.
Penilaian Diri
Pengertian
Konsep Diri menurut Beberapa Ahli
(Pengertian Konsep Diri menurut Beberapa Ahli)
– Definisi konsep diri menurut para tokoh sangat beragam artinya. Rochman
Natawidjaya (1979: 102) menjelaskan bahwa “konsep diri adalah persepsi
individu tentang dirinya, kemampuan dan ketidakmampuannya, tabiat-tabiatnya,
harga dirinya dan hubungannya dengan orang lain”.
Konsep diri juga merupakan “gambaran mental diri sendiri yang
terdiri dari pengetahuan tentang diri sendiri, pengharapan diri dan penilaian
terhadap diri sendiri” (James F Calhoun, 1995: 90). Pengertian konsep
diri menurut Jalaludin Rahmat (1996: 125) yaitu “Konsep diri
adalah pandangan dan perasaan kita, persepsi ini boleh bersifat psikologis,
sosial dan psikis. Konsep diri bukan hanya gambaran deskriptif, tetapi juga
penilaian kita”. Pengertian konsep diri dalam istilah umum mengacu pada
persepsi seseorang mengenai dirinya sendiri. Persepsi ini terbentuk melalui
kesimpulan-kesimpulan yang diambil berdasarkan pengalaman pengalaman dan
persepsi-persepsi terutama dipengaruhi oleh reward dan punishment yang
diberikan oleh seseorang yang berarti dalam kehidupannya.
Menurut Hurlock
(1994) yang
dimaksud konsep diri adalah kesan (image) individu mengenai karakteristik
dirinya, yang mencakup karakteristik fisik, sosial, emosional, aspirasi dan
achievement. Clara R Pudjijogyanti (1995: 2) berpendapat bahwa konsep diri merupakan
salah satu faktor yang menentukan apakah seseorang akan berperilaku negatif
atau tidak, sebab perilaku negatif merupakan perwujudan adanya gangguan dalam
usaha pencapaian harga diri. Apabila seseorang remaja gagal dalam pencapaian
harga diri, maka ia akan merasa kecewa terhadap keadaan diri dan lingkungannya.
Ia akan memandang dirinya dengan sikap negatif, sebaliknya apabila seorang
remaja berhasil dalam mencapai harga dirinya, maka ia akan merasa puas dengan
dirinya maupun terhadap lingkungannya. Hal ini akan membuat ia bersikap positif
terhadap dirinya.
Persepsi mengenai tindakan yang mempengaruhi cara atau
pandangan hidup, sehingga suatu pemahaman mengenai konsep diri seseorang
merupakan dasar yang sangat berguna untuk meramalkan bagaimana seseorang itu
akan bertindak.
Ada tiga alasan pentingnya konsep diri dalam menentukan
perilaku seperti yang diungkapkan Clara R Pudjijogyanti (1995: 5):
Konsep diri mempunyai peranan dalam mempertahankan keseluruhan batin. Apabila
timbul perasaan, pikiran dan persepsi yang tidak seimbang atau saling
bertentangan satu sama lain, maka akan terjadi situasi psikologis yang tidak
menyenangkan. Untuk menyeimbangkan dan menghilangkan ketidakselarasan tersebut,
individu akan mengubah perilakunya.
Seluruh sikap, pandangan individu terhadap dirinya akan mempengaruhi individu
dalam menafsirkan pengalamannya. Sebuah kejadian akan ditafsirkan berbeda
antara individu yang satu dengan individu lainnya dikarenakan masing-masing
individu mempunyai sikap dan pandangan yang berbeda terhadap dirinya.
Konsep diri menentukan pengharapan individu. Pengharapan ini merupakan inti
dari konsep diri. Sikap dan pandangan negatif terhadap kemampuan diri akan
menyebabkan individu tidak mempunyai motivasi untuk mencapai prestasi yang
gemilang.
David Boud (1995), menulis tentang penilaian diri pada
pendidikan tinggi yang membuat banyak batas yang relevan untuk sekolah, guru
dan murid. Dia mulai dengan mengindikasikan sifat alami radikal yang sungguh
potensial tentang isu penilaian diri. “Penilaian diri, biasanya dilukiskan
sebagai teknik untuk meningkatkan pembelajaran, yang lebih transformatif, sukar
dipahami dan bertolak belakang dengan pengajaran konvensional dibanding dengan
biasanya yang lebih mudah untuk dikenali”.
Definisi Penilaian Diri
Penilaian diri
merupakan suatu metode penilaian yang memberi kesempatan kepada siswa untuk
mengambil tanggung jawab terhadap belajar mereka sendiri. Mereka diberi
kesempatan untuk menilai pekerjaan dan kemampuan mereka sesuai dengan
pengalaman yang mereka rasakan.
Reys, Suydam,
linguist, & Smith (1998) mengatakan bahwa siswa merupakan penilai yang baik
(the best assessor) terhadap perasaan dan pekerjaan mereka sendiri. Oleh
karena itu, guru dapat memulai proses penilaian diri dengan kesempatan siswa
untuk melakukan validasi pemikiran mereka sendiri atau jawaban-jawaban hasil
pekerjaan mereka.
Siswa perlu
memeriksa pekerjaan mereka dan memikirkan tentang apa yang terbaik untuk
dilakukan dan area mana mereka perlu dibantu. Untuk memnuntun siswa
dalam memahami proses penilaian diri, guru perlu melengkapi mereka dengan
lembaran self-assessment.
5.
Perubahan Sosial dan Kebudayaan (Definisi, Teori, dan
Faktor-faktor nya)
Pengertian
perubahan kebudayaan adalah
suatu keadaan dalam masyarakat yang terjadi karena ketidak sesuaian
diantara unsur-unsur kebudayaan yang saling berbeda sehingga tercapai keadaan
yang tidak serasi fungsinya bagi kehidupan.
Contoh :
þ
Masuknya mekanisme pertanian
mengakibatkan hilangnya beberapa jenis teknik pertanian tradisional seperti
teknik menumbuk padi dilesung diganti oleh teknik “Huller” di pabrik
penggilingan padi. Peranan buruh tani sebagai penumbuk padi jadi kehilangan
pekerjaan.
Semua terjadi karena adanya
salah satu atau beberapa unsur budaya yang tidak berfungsi lagi, sehingga
menimbulkan gangguan keseimbangan didalam masyarakat. Perubahan dalam
kebudayaan mencakup semua bagian yaitu : kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi
dan filsafat bahkan perubahan dalam bentuk juga aturan-aturan organisasi
social. Perubahan kebudayaan akan berjalan
terus-menerus tergantung dari dinamika masyarakatnya.
Ada faktor-faktor yang mendorong
dan menghambat perubahan kebudayaan yaitu:
a.
Mendorong perubahan kebudayaan
þ
Adanya unsur-unsur kebudayaan yang
memiliki potensi mudah berubah, terutama unsur-unsur teknologi dan ekonomi (
kebudayaan material).
þ
Adanya individu-individu yang mudah
menerima unsure-unsur perubahan kebudayaan, terutama generasi muda.
þ
Adanya faktor adaptasi dengan
lingkungan alam yang mudah berubah.
- Menghambat perubahan kebudayaan
þ Adanya
unsur-unsur kebudayaan yang memiliki potensi sukar berubah
seperti
:adat istiadat dan keyakinan agama ( kebudayaan non material)
þ Adanya
individu-individu yang sukar menerima unsure-unsur perubahan terutama generasi
tu yang kolot.
v
Ada juga faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
perubahan kebudayaan :
1. Faktor intern
· Perubahan Demografis
Perubahan
demografis disuatu daerah biasanya cenderung terus bertambah, akan
mengakibatkan terjadinya perubahan diberbagai sektor kehidupan, c/o: bidang
perekonomian, pertambahan penduduk akan mempengaruhi persedian kebutuhan
pangan, sandang, dan papan.
·
Konflik
social
Konflik
social dapat mempengaruhi terjadinya perubahan kebudayaan dalam suatu
masyarakat. c/o: konflik kepentingan antara kaum pendatang dengan penduduk
setempat didaerah transmigrasi, untuk mengatasinya pemerintah mengikutsertakan
penduduk setempat dalam program pembangunan bersama-sama para transmigran.
·
Bencana alam
Bencana
alam yang menimpa masyarakat dapat mempngaruhi perubahan c/o; bencana banjir,
longsor, letusan gunung berapi masyarkat akan dievakuasi dan dipindahkan
ketempat yang baru, disanalah mereka harus beradaptasi dengan kondisi
lingkungan dan budaya setempat sehingga terjadi proses asimilasi maupun
akulturasi.
·
Perubahan lingkungan alam
Perubahan
lingkungan ada beberapa faktor misalnya pendangkalan muara sungai yang
membentuk delta, rusaknya hutan karena erosi atau perubahan iklim sehingga
membentuk tegalan. Perubahan demikian dapat mengubah kebudayaan hal ini
disebabkan karena kebudayaan mempunyai daya adaptasi dengan lingkungan
setempat.
2. Faktor ekstern
·
Perdagangan
Indonesia terletak pada jalur
perdagangan Asia Timur denga India, Timur Tengah bahkan Eropa Barat. Itulah
sebabnya Indonesia sebagai persinggahan pedagang-pedagang besar selain
berdagang mereka juga memperkenalkan budaya mereka pada masyarakat setempat
sehingga terjadilah perubahan budaya dengan percampuran budaya yang ada.
·
Penyebaran agama
Masuknya
unsur-unsur agama Hindhu dari India atau budaya Arab bersamaan proses
penyebaran agama Hindhu dan Islam ke Indonesia demikian pula masuknya
unsur-unsur budaya barat melalui proses penyebaran agama Kristen dan kolonialisme.
·
Peperangan
Kedatangan
bangsa Barat ke Indonesia umumnya menimbulkan perlawanan keras dalam bentuk
peperangan, dalam suasana tersebut ikut masuk pula unsure-unsur budaya bangsa
asing ke Indonesia.
Teori-teori
modern Mengenai Perubahan Sosial
Teori-teori
modern yang terkenal ialah, antara lain, teori-teori modernisasi para penganut
pendekatan fugsionalisme seperti Neil J. Smelser dan Alex Inkeles, teori
ketergantungan . Andrd Gunder Frank yang merupakan pendekatan konflik, dan
teori mengenai sistem dunia dari Wallerstein.
Di
antara teori-teori klasik dan teori-teori modern kita dapat menjumpai benang
merah. Sebagaimana halnya dengan pandangan mengenai perkembangan masyarakat
secara linear yang dikemukakan oleh tokoh klasik seperi Comte dan Spencer, maka
teori-teori modernisasi pun cenderung melihat bahwa perkembangan masyarakat
Dunia Ketiga berlangsung secara evolusioner dan linear dan bahwa masyarakat
bergerak ke arah kemajuan--dari tradisi ke modernitas. Para penganut teori
kontlik, di pihak lain, melihat bahwa perkembangan yang terjadi di Dunia Ketiga
justru menuju ke keterbelakangan dan pada ketergantungan pada negara¬negara
industri maju di Barat.
Teori
modernisasi. Teori modernisasi menganggap bahwa negara-negara terbelakang akan
menempuh jalan sama dengan negara industri maju di Barat sehingga kemudian akan
menjadi negara berkembang pula melalui proses modernisasi (lihat Light, Keller
and Calhoun, 1989). Teori ini berpandangan bahwa masyarakat-masyarakat yang
belum berkembang perlu mengatasi berbagai kekurangan dan masalahnya sehingga
dapat mencapai tahap "tinggal landas" (take-offl ke arah perkembangan
ekonomi. Menurut Etzioni-Halevy dan Etzioni transisi dari keadaan tradisional
ke modernitas melibatkan revolusi demografi yang ditandai menurunnya angka
kematian dan angka kelahiran; menurunnya ukuran dan pengaruh keluarga;
terbukanya sisem stratifikasi; peralihan dari struktur feodal atau kesukuan ke
suatu birokrasi; menurunnya pengaruh agama; beralihnya fungsi pendidikan dari
keluarga dan komunitas ke sistem pendidikan formal; munculnya kebudayaan massa;
dan munculnya perekonomian pasar dan industrialisasi (lihat Etzioni-Halevy dan
Etzioni, 1973:177).
Teori ketergantungan. Menurut teori ketergantungan (dependencia) yang
didasarkan pada pengalaman negara-negara Amerika Latin ini (lihat antara lain,
Giddens, 1989, dan Light, Keller and Calhoun, 1989) perkembangan dunia tidak
merata; negara-negara industri menduduki posisi dominan sedangkan negara-negara
Dunia Ketiga secara ekonomis tergantung padanya. Perkembangan negara-negara
industri dan keterbelakangan negara-negara Dunia Ketiga, menurut teori ini,
berjalan bersamaan: di kala negara-negara industri mengalami perkembangan, maka
negara-negara Dunia Ketiga yang mengalami kolonialisme dan nco¬kolonialisme,
khususnya di Amerika Latin, tidak mengalami "tinggal landas" tetapi
justru menjadi semakin terkebelakang.
Teori
sistem dunia. Menurut teori yang dirumuskan Immanuel Wallerstein ini (lihat
Giddens, 1989 dan Light, Keller dan Calhoun, 1989) perekonomian kapitalis dunia
kini tersusun atas tiga jenjang: negara-negara inti, negara-negara
semi-periferi, dan negara-negara periferi. Negara-negara inti terdiri atas
negara-negara Eropa Barat yang sejak abad 16 mengawali proses industrialisasi
dan berkembang pesat, sedangkan negara-negara semi-periferi merupakan
negara-negara di Eropa Selatan yang menjalin hubungan dagang negara-negara inti
dan secara ekonomis tidak berkembang. Negara-negara periferi merupakan kawasan
Asia dan Afrika yang semula merupakan kawasan ekstern karena berada di luar
jaringan perdagangan negata-negara inti tetapi kemudian melalui kolonisasi
ditarik ke dalam sistem dunia. Kini negara-negara inti (yang kemudian mencakup
pula Amerika Serikat dan Jepang) mendominasi sistem dunia sehingga mampu
memanfaatkan sumber daya negara lain untuk kepentingan mereka sendiri,
sedangkan kesenjangan yang berkembang antara negara-negara inti dengan
negara-negara lain sudah sedemikian lebarnya sehingga tidak mungkin tersusul
lagi.
Definisi dan pengertian tentang perubahan sosial menurut
para ahli diantaranya adalah sebagai berikut :
- Kingsley Davis: perubahan
sosial merupakan perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi
masyarakat
- William F. Ogburn: perubahan
sosial adalah perubahan yang mencakup unsur-unsur kebudayaan baik material
maupun immaterial yang menekankan adanya pengaruh besar dari unsur-unsur
kebudayaan material terhadap unsur-unsur immaterial.
- Mac Iver: perubahan sosial adalah perubahan-perubahan yang
terjadi dalam hubungan sosial (social
relation) atau perubahan terhadap keseimbangan (equilibrium) hubungan
sosial.
- Gillin dan Gillin: perubahan
sosial adalah perubahan yang terjadi sebagai suatu variasi dari cara hidup
yang telah diterima karena adanya perubahan kondisi geografi, kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi, maupun
adanya difusi atau penemuan-penemuan baru dalam
masyarakat.
Tidak semua gejala-gejala sosial yang mengakibatkan perubahan dapat dikatakan
sebagai perubahan sosial, gejala yang dapat mengakibatkan perubahan sosial
memiliki ciri-ciri antara lain:
- Setiap masyarakat tidak akan berhenti berkembang
karena mereka mengalami perubahan baik lambat maupun cepat.
- Perubahan yang terjadi pada lembaga
kemasyarakatan tertentu akan diikuti dengan perubahan pada lembaga-lembaga sosial lainnya.
- Perubahan sosial yang cepat dapat mengakibatkan
terjadinya disorganisasi yang bersifat sementara sebagai proses
penyesuaian diri.
- Perubahan tidak dibatasi oleh bidang kebendaan atau
bidang spiritual karena keduanya memiliki hubungan timbal balik yang
kuat.
Teori Perubahan
Kebudayaan
Perubahan
kebudayaan pada suatu masyarakat merupakan keniscyaan dan tidak dapat
dielakkan. Masyarakat tidak pernah statis, selalu dinamis berubah dari satu
keadaan ke keadaan lainnya yang disebabkan oleh berbagai faktor. Perubahan ini
dimaksudkan sebagai wujud tanggapan manusia terhadap tantangan lingkungannya.
1. Teori Evolusi
Teori
evolusi menggambarkan bahwa perubahan kebudayaan terjadi secara perlahan-lahan
dan bertahap. Setiap masyarakat mengalami proses evolusi yang berbeda-beda.
Oleh karena itu, masing-masing masyarakat menunjukkan kebudayaan yang
berbeda-beda. Salah satu masyarakat dikenal telah maju, sedangkan masyarakat
yang lain masih dianggap atau tergolong sebagai masyarakat yang belum maju.
Dalam teori evolusi, kemudian dibagi menjadi dua:
a. Teori Evolusi Universal
Sebuah kebudayaan yang ada dalam sebuah
komunitas masyarakat manusia adalah dampak atau hasil hasil dari pemakaian atau
penggunaan energi dan teknologi yang mereka gunakan dalam kehidupan mereka pada
fase-fase perkembangannya. Dengan rumusan yang disebutnya sebagai “hukum”
evolusi kebudayaan ini, White sampai pada sebuah kesimpulan bahwa terjadinya
sebuah evolusi kebudayaan dalam sebuah komunitas merupakan hasil dari
mengemukanya perubahan dalam sistem yang melakukan transformasi energi dengan
bantuan teknologi yang ada saat itu. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
dalam teori mengenai evolusi kebudayaan ini terdapat beberapa konsep baru yang
diketengahkan White, yaitu thermodinamika (sistem yang melakukan
transformasi energi), energi dan transformasi.
b. Teori Evolusi Multilinier
Menurut teori multilinier, terjadinya
evolusi kebudayaan berhubungan erat dengan kondisi lingkungan, dimana setiap
kebudayaan memiliki culture core, berupa teknologi dan organisasi kerja.
Dengan demikian, terjadinya evolusi dalam sebuah kebudayaan ditentukan oleh
adanya interaksi yang terjalin antara kebudayaan tersebut dengan lingkungan
yang ada di dalamnya. Seperti halnya teori yang dikemukakan oleh White di atas,
teori multilinier juga memunculkan konsep-konsep baru yang belum pernah ada
sebelumnya, yaitu lingkungan, culture core, adaptasi dan organisasi
kerja.
2. Teori Difusi
Teori
difusi kebudayaan dimaknai sebagai persebaran kebudayaan yang disebabkan adanya
migrasi manusia. Perpindahan dari satu tempat ke tempat lain, akan menularkan
budaya tertentu. Hal ini akan semakian tampak dan jelas kalau perpindahan
manusia itu secara kelompok dan atau besar-besaran, di kemudian hari akan
menimbulkan difusi budaya yang luar biasa. Setiap ada persebaran kebudayaan, di
situlah terjadi penggabungan dua kebudayaan atau lebih. Akibat pengaruh
kemajuan teknologi-komunikasi, juga akan mempengaruhi terjadinya difusi budaya.
Keadaan ini memungkinkan kebudayaan semakin kompleks dan bersifat
multikultural.
Perubahan
kebudayaan yang dijelaskan di atas merupakan akibat dari berbagai macam faktor
yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, antara lain:
1.
Adanya penemuan/inovasi baru yang bermanfaat dan dapat diterima oleh masyarakat
kebudayaan.
2.
Penyebaran unsur kebudayaan dari masyarakat satu ke lainnya.
3.
Kehilangan kebudayaan, diakibatkan suatu masyarakat secara terus-menerus
menerima inovasi baru yang menggantikan unsur-unsur kebudayaan asli dari
generasi pendahulu.
4.
Akulturasi.
5. Adanya perubahan kebudayaan yang sebagai
akibat dari suatu usaha perubahan oleh kelompok masyarakat kebudayaan lain
(pembunuhan kebudayaan/genocide). Hal ini sering disebabkan oleh konflik
politik.
Bentuk-bentuk
Perubahan Evolusi
dan Perubahan Revolusi
Berdasarkan cepat lambatnya, perubahan sosial dibedakan
menjadi dua bentuk umum yaitu perubahan yang berlangsung cepat dan perubahan yang berlangsung
lambat. Kedua bentuk perubahan tersebut dalam sosiologi dikenal dengan revolusi dan evolusi.
Perubahan evolusi
Perubahan evolusi adalah perubahan-perubahan sosial yang terjadi dalam
proses lambat, dalam waktu yang cukup lama dan tanpa ada kehendak tertentu dari
masyarakat yang bersangkutan. Perubahan-perubahan ini berlangsung mengikuti
kondisi perkembangan masyarakat, yaitu sejalan dengan usaha-usaha masyarakat
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Dengan kata lain, perubahan
sosial terjadi karena dorongan dari usaha-usaha masyarakat guna menyesuaikan
diri terhadap kebutuhan-kebutuhan hidupnya dengan perkembangan masyarakat pada waktu tertentu. Contoh, perubahan sosial dari
masyarakat berburu menuju ke masyarakat meramu.
Menurut Soerjono Soekanto, terdapat tiga teori yang
mengupas tentang evolusi, yaitu:
- Unilinier Theories of Evolution: menyatakan
bahwa manusia dan
masyarakat mengalami perkembangan sesuai dengan tahap-tahap tertentu, dari
yang sederhana menjadi kompleks dan sampai pada tahap yang sempurna.
- Universal Theory of Evolution: menyatakan
bahwa perkembangan masyarakat tidak perlu melalui tahap-tahap tertentu
yang tetap. Menurut teori ini, kebudayaan manusia telah mengikuti suatu
garis evolusi yang tertentu.
- Multilined Theories of Evolution: menekankan
pada penelitian terhadap tahap perkembangan tertentu dalam evolusi
masyarakat. Misalnya, penelitian pada pengaruh perubahan sistem
pencaharian dari sistem berburu ke pertanian.
Perubahan revolusi
Perubahan revolusi merupakan perubahan yang berlangsung secara cepat dan
tidak ada kehendak atau perencanaan sebelumnya. Secara sosiologis perubahan
revolusi diartikan sebagai perubahan-perubahan sosial mengenai unsur-unsur kehidupan atau lembaga- lembaga kemasyarakatan yang berlangsung
relatif cepat. Dalam revolusi, perubahan dapat terjadi dengan direncanakan atau
tidak direncanakan, dimana sering kali diawali dengan ketegangan atau konflik dalam tubuh masyarakat yang bersangkutan.
Revolusi tidak dapat terjadi di setiap situasi dan kondisi masyarakat.[1] Secara sosiologi, suatu revolusi dapat terjadi harus memenuhi beberapa
syarat tertentu, antara lain adalah:
- Ada beberapa keinginan umum mengadakan suatu
perubahan. Di dalam masyarakat harus ada perasaan tidak puas terhadap
keadaan, dan harus ada suatu keinginan untuk mencapai perbaikan dengan
perubahan keadaan tersebut.
- Adanya seorang pemimpin atau sekelompok orang yang
dianggap mampu memimpin masyarakat tersebut.
- Pemimpin tersebut dapat menampung
keinginan-keinginan tersebut, untuk kemudian merumuskan serta menegaskan
rasa tidak puas dari masyarakat, untuk dijadikan program dan arah
bagi geraknya masyarakat.
- Pemimpin tersebut harus dapat menunjukkan suatu
tujuan pada masyarakat. Artinya adalah bahwa tujuan tersebut bersifat
konkret dan dapat dilihat oleh masyarakat. Selain itu, diperlukan juga
suatu tujuan yang abstrak. Misalnya perumusan sesuatu ideologi tersebut.
- Harus ada momentum untuk revolusi, yaitu suatu saat
di mana segala keadaan dan faktor adalah baik sekali untuk memulai dengan
gerakan revolusi. Apabila momentum (pemilihan waktu yang tepat) yang
dipilih keliru, maka revolusi dapat gagal.
Perubahan
direncanakan dan tidak direncanakan
Perubahan yang
direncanakan
Perubahan yang direncanakan adalah perubahan-perubahan
yang diperkirakan atau yang telah direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang hendak mengadakan
perubahan di dalam masyarakat. Pihak-pihak yang menghendaki suatu perubahan
dinamakan agent of change, yaitu seseorang atau sekelompok orang yang
mendapat kepercayaan dari masyarakat sebagai pemimpin satu atau lebih lembaga-lembaga kemasyarakatan. Oleh karena itu, suatu perubahan yang
direncanakan selalu di bawah pengendalian dan [[pengawasan
agent of change.[1] Secara umum, perubahan berencana dapat juga disebut
perubahan dikehendaki. Misalnya, untuk mengurangi angka kematian]] anak-anak
akibat polio, pemerintah mengadakan gerakan Pekan Imunisasi Nasional
(PIN)atau untuk mengurangi pertumbuhan jumlah penduduk pemerintah mengadakan program keluarga berencana (KB).
Perubahan yang
tidak direncanakan dan contoh
Perubahan yang tidak direncanakan biasanya berupa perubahan yang
tidak dikehendaki oleh masyarakat.[1] Karena terjadi di luar perkiraan dan jangkauan,
perubahan ini sering membawa masalah-masalah yang memicu kekacauan atau kendala-kendala dalam masyarakat.
Oleh karenanya, perubahan yang tidak dikehendaki sangat sulit ditebak kapan
akan terjadi. Misalnya, kasus banjir bandang di Sinjai, Kalimantan Barat. Timbulnya banjir
dikarenakan pembukaan lahan yang kurang memerhatikan kelestarian lingkungan.
Sebagai akibatnya, banyak perkampungan dan permukiman masyarakat terendam air yang mengharuskan para warganya mencari permukiman baru.
Perubahan
berpengaruh besar dan berpengaruh kecil
Apa yang dimaksud dengan perubahan-perubahan tersebut
dapat kamu ikuti penjabarannya berikut ini.
Perubahan
berpengaruh besar
Perubahan
berpengaruh kecil
Contoh, perubahan mode pakaian dan mode rambut.
Perubahan-perubahan tersebut tidak membawa pengaruh yang besar dalam masyarakat
karena tidak mengakibatkan perubahan-perubahan pada lembaga kemasyarakatan homolis.
Faktor-Faktor
Penyebab Perubahan Sosial. Faktor–Faktor Internal. Faktor-Faktor Eksternal
Faktor Intern antara lain:
- Bertambah dan berkurangnya penduduk (kelahiran,
kematian, migrasi)
- Adanya Penemuan Baru:
- Discovery: penemuan ide atau alat baru
yang sebelumnya belum pernah ada
- Invention : penyempurnaan penemuan
baru
- Innovation /Inovasi:
pembaruan atau penemuan baru yang diterapkan dalam kehidupan masyarakat
sehingga menambah, melengkapi atau mengganti yang telah ada. Penemuan baru
didorong oleh : kesadaran masyarakat akan kekurangan unsure dalam
kehidupannya, kualitas ahli atau anggota masyarakat
- Konflik yang terjadii dalam masyarakat
- Pemberontakan atau revolusi
Faktor ekstern antara lain:
- perubahan alam
- peperangan
- pengaruh kebudayaan lain melalui difusi(penyebaran
kebudayaan), akulturasi ( pembauran antar budaya yang masih terlihat
masing-masing sifat khasnya), asimilasi (pembauran antar budaya yang
menghasilkan budaya yang sama sekali baru batas budaya lama tidak tampak
lagi)
Jadi menurut Soerjono Soekanto faktor pendorong perubahan
sosial adalah:
- sikap menghargai hasil karya orang lain
- keinginan untuk maju
- system pendidikan yang maju
- toleransi terhadap perubahan
- system pelapisan yang terbuka
- penduduk yang heterogen
- ketidak puasan masyarakat terhadap bidang kehidupan
tertentu
- orientasi ke masa depan
- sikap mudah menerima hal baru.
Faktor
– factor yang menyebabkan perubahan pada masyarakat :
1.
Komunikasi
2.
Virus H-Ach
3.
Konflik antar generasi
4.
Faktor Intern penyebab perubahan masyarakat
a.
bertambah atau berkurangnya penduduk
b.
penemuan-penemuan baru
c.
konflik didalam masyarakat
d.
Pemberontakan ( Revolusi ) dalam tubuh masyarakat
konflik berupa :
1.
Konflik antar individu dalam masyrakat
2.
Konflik antar kelompok
3.
Konflik antar individu dengan kelompok
4. Faktor
ektern penyebab perubahan masyarakat :
1. Faktor alam fisik yang ada disekitar
masyarakat
2. Peperangan
3. Pengaruh kebudayaan masyarakat lain
4. Faktor – faktor yang mendorong
terjadinya perubahan sosial
Menurut
Margono selamat mengatakan bahwa motivational for ces \ kekuatan pendorong yang
mempengaruhi perubahan yaitu :
1.
Ketidakpuasan terhadap situasi yang ada
2.
Adanya pengetahuan tentang perbedaan antara apa yang ada dengan yang seharusnya
bisa ada
3.
Adanya tekanan – tekanan dari luar seperti kompetisi , keseharusan menyesuaikan
diri
1.
faktor – faktor pendorong perubahan
1. Kontak
dengan kebudayaan lain
2. Sistem
pendidikan yang maju
3. Sikap
menghargai hasil karya seseorang
4.
Toleransi terhadap perubahan yang menyimpang
5. Sistem
pelapisan sosial terbuka
2.
Faktor – factor penghalang perubahan
1.
Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain
2.
Perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat
3. Sikap
masyarakat yang sangat tradisional
Perubahan
sosial budaya dapat dikategorikan kedalam beberapa bentuk yaitu :
1.
Perubahan secara cepat dan lambat
2.
Perubahan direncanakan dan tidak direncanakan
3.
Perubahan yang mempengaruhi luas dan tidak luas.