Rabu, 18 Juli 2012

Doa Qunut

Hukum Do’a Qunut

Tanya Jawab Masalah Doa Qunut:
Tanya: Bagaimanakah hukum qunut Shubuh sebenarnya ?
Jawab : Dalam masalah ibadah menetapkan suatu amalan bahwa itu adl disyariatkan {wajib maupun sunnah} terbatas pada adanya dalil dari Al-Qur’an maupun As-sunnah yg shohih menjelaskannya. Kalau tidak ada dalil yg benar maka hal itu tergolong membuat perkara baru dalam agama yg terlarang dalam syariat Islam sebagaimana dalam hadits Aisyah riwayat Bukhary-Muslim :
مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَد ٌّ. وَ فِيْ رِوَايَةِ مُسْلِمٍ
apa yg sebenarnya bukan dari perkara maka hal itu adl tertolak . Dan dalam riwayat Muslim : Siapa yang berbuat satu amalan yg tidak di atas perkara kami maka ia adl tertolak .Dan ini hendaknya dijadikan sebagai kaidah pokok oleh tiap muslim dalam menilai suatu perkara yg disandarkan kepada agama.Setelah mengetahui hal ini kami akan berusaha menguraikan pendapat-pendapat para ulama dalam masalah ini.Uraian Pendapat Para UlamaAda tiga pendapat dikalangan para ulama tentang disyariatkan atau tidaknya qunut Shubuh.Pendapat pertama : Qunut shubuh disunnahkan secara terus-menerus ini adl pendapat Malik Ibnu Abi Laila Al-Hasan bin Sholih dan Imam Syafi’iy.
Pendapat kedua : Qunut shubuh tidak disyariatkan krn qunut itu sudah mansukh {terhapus hukumnya}. Ini pendapat Abu Hanifah Sufyan Ats-Tsaury dan lain-lainnya dari ulama Kufah.Pendapat ketiga : Qunut pada sholat shubuh tidaklah disyariatkan kecuali pada qunut nazilah maka boleh dilakukan pada sholat shubuh dan pada sholat-sholat lainnya. Ini adl pendapat Imam Ahmad Al-Laits bin Sa’d Yahya bin Yahya Al-Laitsy dan ahli fiqh dari para ulama ahlul hadits.Dalil Pendapat PertamaDalil yg paling kuat yg dipakai oleh para ulama yg menganggap qunut subuh itu sunnah adalah hadits berikut ini :
مَا زَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ يَقْنُتُ فِيْ صَلاَةِ الْغَدَاةِ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا
Terus-menerus Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa a lihi wa sallam qunut pada sholat Shubuh sampai beliau meninggalkan dunia .Dikeluarkan oleh ‘Abdurrozzaq dalam Al Mushonnaf 3/110 no.4964 Ahmad 3/162 Ath-Thoh awy dalam Syarah Ma’ani Al Atsar 1/244 Ibnu Syahin dalam Nasikhul Hadits Wamansukhih no.220 Al-Ha kim dalam kitab Al-Arba’in sebagaimana dalam Nashbur Royah 2/132 Al-Baihaqy 2/201 dan dalam Ash-Shugro 1/273 Al-Baghawy dalam Syarhus Sunnah 3/123-124 no.639 Ad- Daruquthny dalam Sunannya 2/39 Al-Maqdasy dalam Al-Mukhtaroh 6/129-130 no.2127 Ibnul Jauzy dalam At-Tahqiq no.689-690 dan dalam Al-’Ilal Al-Mutanahiyah no.753 dan Al-Khatib Al- Baghdady dalam Mudhih Auwan Al Jama’ wat Tafr iq 2/255 dan dalam kitab Al-Qunut sebagaimana dalam At-Tahqiq 1/463.Semuanya dari jalan Abu Ja’far Ar-Rozy dari Ar-Robi’ bin Anas dari Anas bin Malik.Hadits ini dishohihkan oleh Muhammad bin ‘Ali Al-Balkhy dan Al-Hakim sebagaimana dalam Khulashotul Badrul Munir 1/127 dan disetujui pula oleh Imam Al-Baihaqy. Namun Imam Ibnu Turkumany dalam Al-Jauhar An-Naqy berkata : Bagaimana bisa sanadnya menjadi shohih sedang rowi yg meriwayatkannya dari Ar-Rob i’ bin Anas adl Abu Ja’far ‘Isa bin Mahan Ar- Rozy mutakallamun fihi . Berkata Ibnu Hambal dan An-Nasa`i : Laysa bil qowy {bukan orang yg kuat} . Berkata Abu Zur’ah : Yahimu katsiran . Berkata Al-Fallas : Sayyi`ul hifzh . Dan berkata Ibnu Hibban : Dia bercerita dari rowi-rowi yg masyhur hal-hal yg mungkar . Dan Ibnul Qoyyim dalam Zadul Ma’ad jilid I hal.276 setelah menukil suatu keterangan dari gurunya Ibnu Taimiyah tentang salah satu bentuk hadits mungkar yg diriwayatkan oleh Abu Ja’far Ar-Rozy beliau berkata : Dan yg dimaksudkan bahwa Abu Ja’far Ar-R ozy adl orang yang memiliki hadits-hadits yg mungkar sama sekali tidak dipakai berhujjah oleh seorang pun dari para ahli hadits periwayatan haditsnya yg ia bersendirian dengannya .Dan bagi siapa yg membaca keterangan para ulama tentang Abu Ja’far Ar-R ozy ini ia akan melihat bahwa kritikan terhadap Abu Ja’far ini adl Jarh mufassar {Kritikan yg jelas menerangkan sebab lemahnya seorang rawi}. Maka apa yg disimpulkan oleh Ibnu Hajar dalam Taqrib-Tahdzib sudah sangat tepat. Beliau berkata : Shoduqun sayi`ul hifzh khususon ‘anil Mughiroh .Maka Abu Ja’far ini lemah haditsnya dan hadits qunut subuh yg ia riwayatkan ini adl hadits yang lemah bahkan hadits yg mungkar.Dihukuminya hadits ini sebagai hadits yg mungkar krn 2 sebab :Satu : Makna yg ditunjukkan oleh hadits ini bertentangan dgn hadits shohih yg menunjukkan bahwa Nabi shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam tidak melakukan qunut kecuali qunut nazilah sebagaimana dalam hadits Anas bin Malik :
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ كَانَ لاَ يَقْنُتُ إِلاَّ إِذَا دَعَا لِقَوْمٍ أَوْ عَلَى قَوْمٍ
Sesungguhnya Nabi shollallahu ‘alaihi wa a lihi wa sallam tidak melakukan qunut kecuali bila beliau berdo’a utk suatu kaum atau berdo’a .
Dikeluarkan oleh Ibnu Khuzaimah 1/314 no. 620 dan dan Ibnul Jauzi dalam At-Tahqiq 1/460 dan dishahihkan oleh Syeikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 639.Kedua : Adanya perbedaan lafazh dalam riwayat Abu Ja’far Ar-Rozy ini sehingga menyebabkan adanya perbedaan dalam memetik hukum dari perbedaan lafazh tersebut dan menunjukkan lemahnya dan tidak tetapnya ia dalam periwayatan. Kadang ia meriwayatkan dgn lafazh yg disebut di atas dan kadang meriwayatkan dgn lafazh :
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَنَتَ فٍي الْفَجْرِ
Sesungguhnya Nabi shollahu ‘alahi wa alihi wa sallam qunut pada shalat Subuh .Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushonnaf 2/104 no.7003 dan disebutkan pula oleh imam Al Maqdasy dalam Al Mukhtarah 6/129.emudian sebagian para ‘ulama syafi’iyah menyebutkan bahwa hadits ini mempunyai beberapa jalan-jalan lain yg menguatkannya maka mari kita melihat jalan-jalan tersebut :Jalan Pertama : Dari jalan Al-Hasan Al-Bashry dari Anas bin Malik beliau berkata :
قَنَتَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ وَأَبُوْ بَكْرٍ وَعُمْرَ وَعُثْمَانَ وَأَحْسِبُهُ وَرَابِعٌ حَتَّى فَارَقْتُهُمْ
Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa alihi wa Sallam Abu Bakar ‘Umar dan ‘Utsman dan saya menyangka dan keempat sampai saya berpisah denga mereka .Hadits ini diriwayatkan dari Al Hasan oleh dua orang rawi :Pertama : ‘Amru bin ‘Ubaid. Dikeluarkan oleh Ath-Thohawy dalam Syarah Ma’ani Al Atsar 1/243 Ad-Daraquthny 2/40 Al Baihaqy 2/202 Al Khatib dalam Al Qunut dan dari jalannya Ibnul Jauzy meriwayatkannya dalam At-Tahqiq no.693 dan Adz-Dzahaby dalam Tadzkiroh Al Huffazh 2/494.
Dan ‘Amru bin ‘Ubaid ini adl gembong kelompok sesat Mu’tazilah dan dalam periwayatan hadits ia dianggap sebagai rawi yg matrukul hadits .Kedua : Isma’il bin Muslim Al Makky dikeluarkan oleh Ad-Da raquthny dan Al Baihaqy. Dan Isma’il ini dianggap matrukul hadits oleh banyak orang imam. Baca : Tahdzibut Tahdzib.Catatan :Berkata Al Hasan bin Sufyan dalam Musnadnya : Menceritakan kepada kami Ja’far bin Mihr on menceritakan kepada kami ‘Abdul Warits bin Sa’id menceritakan kepada kami Auf dari Al Hasan dari Anas beliau berkata :
صَلَّيْتُ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ يَزَلْ يَقْنُتُ فِيْ صَلاَةِ الْغَدَاةِ حَتَّى فَارَقْتُهُ
Saya sholat bersama Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa alihi wa Sallam maka beliau terus- menerus qunut pada sholat Subuh sampai saya berpisah dgn beliau .Riwayat ini merupakan kekeliruan dari Ja’far bin Mihron sebagaimana yg dikatakan oleh imam Adz-Dzahaby dalam Mizanul I’tidal 1/418. Karena ‘Abdul Warits tidak meriwayatkan dari Auf tapi dari ‘Amru bin ‘Ubeid sebagaiman dalam riwayat Abu ‘Umar Al Haudhy dan Abu Ma’mar – dan beliau ini adl orang yg paling kuat riwayatnya dari ‘Abdul Warits-.Jalan kedua : Dari jalan Khalid bin Da’laj dari Qotadah dari Anas bin M alik :
صَلَّيْتُ خَلْفَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ وَخَلْفَ عُمَرَ فَقَنَتَ وَخَلْفَ عُثْمَانَ فَقَنَتَ
Saya sholat di belakang Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam lalu beliau qunut dan dibelakang ‘umar lalu beliau qunut dan di belakang ‘Utsman lalu beliau qunut .Dikeluarkan oleh Al Baihaqy 2/202 dan Ibnu Syahin dalam Nasikhul Hadi ts wa Mansukhih no.219. Hadits di atas disebutkan oleh Al Baihaqy sebagai pendukung utk hadits Abu Ja’far Ar- Rozy tapi Ibnu Turkumany dalam Al Jauhar An Naqy menyalahkan hal tersebut beliau berkata : Butuh dilihat keadaan Khalid apakah bisa dipakai sebagai syahid atau tidak krn Ibnu Hambal Ibnu Ma’in dan Ad-Daruquthny melemahkannya dan Ibnu Ma’ in berkata di : laisa bi syay`in dan An-Nasa`i berkata : laisa bi tsiqoh {bukan tsiqoh}. Dan tidak seorangpun dari pengarang Kutubus Sittah yg mengeluarkan haditsnya. Dan dalam Al-Mizan Ad Daraquthny mengkategorikannya dalam rowi-rowi yg matruk.Kemudian yg aneh di dalam hadits Anas yg lalu perkataannya Terus-menerus beliau qunut pada sholat Subuh hingga beliau meninggalkan dunia itu tidak terdapat dalam hadits Khal id.
Yang ada hanyalah beliau ‘alaihis Salam qunut dan ini adl perkara yg ma’ruf . Dan yg aneh hanyalah terus-menerus melakukannya sampai meninggal dunia. Maka di atas anggapan dia cocok sebagai pendukung bagaimana haditsnya bisa dijadikan sebagai syahid .Jalan ketiga : Dari jalan Ahmad bin Muhammad dari Dinar bin ‘Abdillah dari Anas bin Malik :
مَا زَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ يَقْنُتُ فِيْ صَلاَةِ الْصُبْحِ حَتَّى مَاتَ
Terus-menerus Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa a lihi wa Sallam qunut pada sholat Subuh sampai beliau meninggal .Dikeluarkan oleh Al Khatib dalam Al Qunut dan dari jalannya Ibnul Jauzy dalam At-Tahq iq no.695.Ahmad bin Muhammad yg diberi gelar dgn nama Ghulam Khalil adl salah seorang pemalsu hadits yg terkenal. Dan Dinar bin ‘Abdillah kata Ibnu ‘Ady : Mungkarul hadits . Dan berkata Ibnu Hibba n : Ia meriwayatkan dari Anas bin Malik perkara- perkara palsu tidak halal dia disebut di dalam kitab kecuali utk mencelanya .Kesimpulan pendapat pertama:Jelaslah dari uraian diatas bahwa seluruh dalil-dalil yg dipakai oleh pendapat pertama adl hadits yg lemah dan tidak bisa dikuatkan.Kemudian anggaplah dalil mereka itu shohih bisa dipakai berhujjah juga tidak bisa dijadikan dalil akan disunnahkannya qunut subuh secara terus-menerus sebab qunut itu secara bahasa mempunyai banyak pengertian. Ada lbh dari 10 makna sebagaimana yg dinukil oleh Al-Hafidh Ibnu Hajar dari Al-Iraqi dan Ibnul Arabi.1} Doa2} Khusyu’3} Ibadah4} Taat5} Menjalankan ketaatan.6} Penetapan ibadah kepada Allah7} Diam8} Shalat9} Berdiri10} Lamanya berdiri11} Terus menerus dalam ketaatanDan ada makna-makna yg lain yg dapat dilihat dalam Tafsir Al-Qurthubi 2/1022 Mufradat Al- Qur’an karya Al-Ashbahany hal. 428 dan lain-lain.Maka jelaslah lemahnya dalil orang yg menganggap qunut subuh terus-menerus itu sunnah.Dalil Pendapat KeduaMereka berdalilkan dgn hadits Abu Hurairah riwayat Bukhary-Muslim :
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ حِيْنَ يَفْرَغُ مِنْ صَلاَةِ الفَجْرِ مِنَ الْقِرَاءَةِ وَيُكَبِّرُ وَيَرْفَعُ رَأْسَهُ سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ ثُمَّ يَقُوْلُ وَهُوَ قَائِمٌ اَللَّهُمَّ أَنْجِ اَلْوَلِيْدَ بْنَ الْوَلِيْدِ وَسَلَمَةَ بْنَ هِشَامٍ وَعَيَّاشَ بْنَ أَبِيْ رَبِيْعَةَ وَالْمُسْتَضْعَفِيْنَ مِنَ الْمُُؤْمِنِيْنَ اَللَّهُمَّ اشْدُدْ وَطْأَتَكَ عَلَى مُضَرَ وَاجْعَلْهَا عَلَيْهِمْ كَسِنِيْ يُوْسُفَ اَللَّهُمَّ الْعَنْ لِحْيَانَ وَرِعْلاً وَذَكْوَانَ وَعُصَيَّةَ عَصَتِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ ثُمَّ بَلَغَنَا أَنَهُ تَرَكَ ذَلِكَ لَمَّا أَنْزَلَ : {{ لَيْسَ لَكَ مِنَ الأَمْرِ شَيْءٌ أَوْ يَتُوْبَ عَلَيْهِمْ أَوْ يُعَذِّبَهُمْ فَإِنَّهُمْ ظَالِمُوْنَ }}
Adalah Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam ketika selesai membaca {surat dari rakaat kedua} di shalat Fajr dan kemudian bertakbir dan mengangkat kepalanya berkata : Sami’allahu liman hamidah rabbana walakal hamdu lalu beliau berdoa dalaam keadaan berdiri.
Ya Allah selamatkanlah Al-Walid bin Al-Walid Salamah bin Hisyam ‘Ayyasy bin Abi Rabi’ah dan orang-orang yg lemah dari kaum mu`minin. Ya Allah keraskanlah pijakan-Mu atas kabilah Mudhar dan jadianlah atas mereka tahun-tahun seperti tahun-tahun Nabi Yusuf. Wahai Allah laknatlah kabilah Lihyan Ri’lu Dzakw an dan ‘Ashiyah yg bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya. Kemudian sampai kepada kami bahwa beliau meningalkannya tatkala telah turun ayat : Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu atau Allah menerima taubat mereka atau mengazab mereka karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yg zalim . Berdalilkan dgn hadits ini menganggap mansukh-nya qunut adl pendalilan yg lemah karena dua hal :Pertama : ayat tersebut tidaklah menunjukkan mansukh-nya qunut sebagaimana yg dikatakan oleh Imam Al-Qurthuby dalam tafsirnya sebab ayat tersebut hanyalah menunjukkan peringatan dari Allah bahwa segala perkara itu kembali kepada-Nya. Dialah yg menentukannya dan hanya Dialah yg mengetahui perkara yg ghoib.Kedua : Diriwayatkan oleh Bukhary – Muslim dari Abu Hurairah beliau berkata :
وَاللهِ لَأَقْرَبَنَّ بِكُمْ صَلاَةَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ فَكَانَ أَبُوْ هُرَيْرَةَ يَقْنُتُ فِي الظُّهْرِ وَالْعِشَاءِ الْآخِرَةِ وَصَلاَةِ الْصُبْحِ وَيَدْعُوْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَيَلْعَنُ الْكُفَّارَ.
Dari Abi Hurairah radliyallahu `anhu beliau berkata : Demi Allah sungguh saya akan mendekatkan utk kalian cara shalat Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam. Maka Abu Hurairah melakukan qunut pada shalat Dhuhur Isya’ dan Shubuh. Beliau mendoakan kebaikan untuk kaum mukminin dan memintakan laknat utk orang-orang kafir .Ini menunjukkan bahwa qunut nazilah belum mansu kh. Andaikata qunut nazilah telah mansukh tentunya Abu Hurairah tidak akan mencontohkan cara sholat Nabi shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam dgn qunut nazilah .Dalil Pendapat KetigaSatu : Hadits Sa’ad bin Thoriq bin Asyam Al-Asyja’i
قُلْتُ لأَبِيْ : يَا أَبَتِ إِنَّكَ صَلَّيْتَ خَلْفَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وآله وسلم وَأَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيَ رَضِيَ الله عَنْهُمْ هَهُنَا وَبِالْكُوْفَةِ خَمْسَ سِنِيْنَ فَكَانُوْا بَقْنُتُوْنَ فيِ الفَجْرِ فَقَالَ : أَيْ بَنِيْ مُحْدَثٌ .
Saya bertanya kepada ayahku : Wahai ayahku engkau sholat di belakang Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam dan di belakang Abu Bakar ‘Umar ‘Utsman dan ‘Ali radhiyallahu ‘anhum di sini dan di Kufah selama 5 tahun apakah mereka melakukan qunut pada sholat subuh ? . Maka dia menjawab : Wahai anakku hal tersebut adl perkara baru . Dikeluarkan oleh Tirmidzy no. 402 An-Nasa`i no.1080 dan dalam Al-Kubro no.667 Ibnu Majah no.1242 Ahmad 3/472 dan 6/394 Ath-Thoy alisy no.1328 Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushonnaf 2/101 no.6961 Ath-Thohawy 1/249 Ath-Thobarany 8/no.8177-8179 Ibnu Hibban sebagaimana dalam Al-Ihs an no.1989 Baihaqy 2/213 Al-Maqdasy dalam Al-Mukhtarah 8/97-98 Ibnul Jauzy dalam At-Tahqiq no.677-678 dan Al-Mizzy dalam Tahdzibul Kam al dan dishohihkan oleh syeikh Al-Albany dalam Irwa`ul Gholil no.435 dan syeikh Muqbil dalam Ash-Shohih Al- Musnad mimma laisa fi Ash-Shoh ihain.Dua : Hadits Ibnu ‘Umar
عَنْ أَبِيْ مِجْلَزِ قَالَ : صَلَّيْتُ مَعَ اِبْنِ عُمَرَ صَلاَةَ الصُّبْحِ فَلَمْ يَقْنُتْ . فَقُلْتُ : آلكِبَرُ يَمْنَعُكَ قَالَ : مَا أَحْفَظُهُ عَنْ أَحَدٍ مِنْ أَصْحَابِيْ
Dari Abu Mijlaz beliau berkata : saya sholat bersama Ibnu ‘Umar sholat shubuh lalu beliau tidak qunut. Maka saya berkata : apakah lanjut usia yg menahanmu . Beliau berkata : saya tidak menghafal hal tersebut dari para shahabatku . Dikeluarkan oleh Ath-Thohawy 1¦ Al-Baihaqy 2‹ dan Ath-Thabarany sebagaimana dalam Majma’ Az-Zawa’id 2_ dan Al-Haitsamy berkata : rawi-rawinya tsiqoh .Ketiga : tidak ada dalil yg shohih menunjukkan disyari’atkannya mengkhususkan qunut pada sholat shubuh secara terus-menerus.Keempat : qunut shubuh secara terus-menerus tidak dikenal dikalangan para shahabat sebagaimana dikatakan oleh Ibnu ‘Umar diatas bahkan syaikul islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Al-Fatawa berkata : dan demikian pula selain Ibnu ‘Umar dari para shahabat mereka menghitung hal tersebut dari perkara-perkara baru yg bid’ah .Kelima : nukilan-nukilan orang-orang yg berpendapat disyari’atkannya qunut shubuh dari beberapa orang shahabat bahwa mereka melakukan qunut nukilan-nukilan tersebut terbagi dua :1} Ada yg shohih tapi tidak ada pendalilan dari nukilan-nukilan tersebut.2} Sangat jelas menunjukkan mereka melakukan qunut shubuh tapi nukilan tersebut adl lemah tidak bisa dipakai berhujjah.Keenam: setelah mengetahui apa yg disebutkan diatas maka sangatlah mustahil mengatakan bahwa disyari’atkannya qunut shubuh secara terus-menerus dgn membaca do’a qunut Allahummahdinaa fi man hadait…….sampai akhir do’a kemudian diaminkan oleh para ma’mum andaikan hal tersebut dilakukan secara terus menerus tentunya akan dinukil oleh para shahabat dengan nukilan yg pasti dan sangat banyak sebagaimana halnya masalah sholat krn ini adalah ibadah yg kalau dilakukan secara terus menerus maka akan dinukil oleh banyak para shahabat. Tapi kenyataannya hanya dinukil dalam hadits yg lemah.Demikian keterangan Imam Ibnul qoyyim Al-Jauziyah dalam Z adul Ma’ad.KesimpulanJelaslah dari uraian di atas lemahnya dua pendapat pertama dan kuatnya dalil pendapat ketiga sehinga memberikan kesimpulan pasti bahwa qunut shubuh secara terus-menerus selain qunut nazilah adl bid’ah tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah dan para shahabatnya. Wallahu a’lam.Silahkan lihat permasalahan ini dalam Tafsir Al Qurthuby 4/200-201 Al Mughny 2/575-576 Al- Inshof 2/173 Syarh Ma’any Al-Atsar 1/241-254 Al-Ifshoh 1/323 Al-Majmu’ 3/483-485 Hasyiyah Ar-Raud Al Murbi’ : 2/197-198 Nailul Author 2/155-158 Majm u’ Al Fatawa 22/104-111 dan Zadul Ma’ad 1/271-285.

Syariah Qunut Subuh Mana yang Benar?
Tanya: Terhadap pelaksanaan qunut di sholat subuh, di mana jamaah lingkungan ana melaksanakannya, namun ana tidak melakukannya, ana hanya mengangkat tangan. Hal ini dilakukan karena berpendapat mereka belum dapat menerima hal itu dan akan menghambat dakwah ana di lingkungan.
Jawaban: Qunut di dalam shalat shubuh memang merupakan bagian dari masalah yang diperselisihkan oleh para ulama. Sebagian ulama tidak menerima dalil tentang qunut shalat shubuh, namun sebagian lainnya tetap memandang bahwa hadits tentang qunut shalat shubuh itu ada dan kuat.
Di dalam kitab Subulus Salam Bab Tata Cara Shalat disebutkan beberapa hadits yang terkait dengan dasar landasan syar’i qunut pada shalat shubuh. Hadits-hadits itu antara lain:
عن أنس أن النبي قنت شهرا بعد الركوع يدعو على أحياء من العرب ثم تركه - متفق عليه
Dari Anas bin Malik ra. berkata bahwa Nabi SAW melakukan qunut selama sebulan untuk mendoakan kebinasaan arab, kemudian beliau meninggalkannya.
ولأحمد والدارقطني نحوه من وجه آخر ، وزاد: وأما في الصبح فلم يزل يقنت حتى فارق الدنيا
Dan dari riwayat Imam Ahmad dan Ad-Daruquthuny sepeti itu juga dari bentuk yang berbeda dengan tambahan: Sedangkan pada shalat shubuh, maka beliau tetap melakukan qunut hingga beliau meninggal dunia.
Juga ada hadits lainnya lewat Abu Hurairah ra.
Dari Abi Hurairah ra. berkata bahwa Rasulullah SAW bila bangun dari ruku’-nya pada shalat shubuh di rakaat kedua, beliau mengangkat kedua tanggannya dan berdoa:Allahummahdini fii man hadait…dan seterusnya.
Juga ada hadits lainnya:
Dari Ibnu Abbas ra. berkata bahwa Rasulullah SAW mengajari kami doa untuk dibaca dalam qunut pada shalat shubuh.
Dengan adanya beberapa hadits ini, maka para ulama salaf seperti Asy-Syafi’i, Al-Qasim, Zaid bin Ali dan lainnya mengatakan bahwa melakukan doa qunut pada shalat shubuh adalah sunnah.
Namun sebagian ulama lainnya mengatakan bahwa tidak ada kesunnahan dalam qunut shalat shubuh. Hal ini mereka katakan lantaran hadits-hadits di atas ditolak kekuatannya. Misalnya hadits riwayat Abu Hurairah itu, mereka katakan dhaif lantaran di dalamnya ada perawi yang bernama Abdullah bin Said Al-Maqbari. Dia dianggap oleh banyak muhaddits sebagai orang yang tidak bisa dijadikan hujjah. Hadits Ibnu Abbas pun juga didahifkan oleh sebagian ulama.
Di samping itu juga ada hadits-hadits lainnya yang secara tegas mengatakan bahwa qunut shubuh itu bid’ah.
Dari Saad bin Thariq Al-Ashja’i ra. berkata, Aku bertanya kepada ayahku, Wahai Ayah, Anda dulu pernah shalat di belakang Rasulullah SAW, Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali. Apakah mereka qunut pada shalat shubuh? Ayahku menjawab, Wahai anakku., itu adalah bid’ah.
Dari Anas ra. berkata bahwa Nabi SAW tidak berqunut kecuali jika beliau mendoakan kebaikan atas suatu kaum atau mendoakan keburukan. .
Qunut Shubuh: Khilaf Sepanjang Zaman
Dan masih banyak lagi dalil-dalil syar’i yang saling berbeda, di mana masing-masing ulama saling mempertahankan pandangannya. Dan keadaan ini tidak akan berakhir dengan kekalahan atau kemenangan salah satu pihak. Tetapi tetap akan terus terjadi saling mempertahankan pendapat.
Karena itu sebaiknya buat anda, tidak perlu ikut terjebak dalam masalah perbedaan pendapat ini, hingga harus menambah pe-er baru di tengah masyarakat. Kalau Anda tinggal di sebuah komunitas yang menjalankan qunut shubuh, sebaiknya Anda menghormati mereka. Janganlah tampakkan perbedaan Anda dengan mereka secara konfrontatif. Sebab boleh jadi mereka malah memandang bahwa yang tidak pakai qunut itu adalah lawan mereka.
Sebagai seorang da’i, tentu posisi seperti sangat tidak produktif. Apalagi masalahnya pun sekedar perbedaan pandangan kalangan ahli hadits dan ahli fiqih. Sementara Anda dan masyarakat tempat Anda tinggal itu, tidak satu pun yang punya kualifikasi sebagai ahli hadits atau pun ahli fiqih. Jadi buat apa saling berdebat yang bukan wilayah keahliannya.
Namun Anda tetap boleh memilih salah satunya, terutama bila Anda lebih merasa yakin dengan pendapat salah satunya itu. Asalkan sebelumnya Anda perlu menimbang dulu mana yang lebih baik buat dakwah Anda itu.
Dan para ulama sendiri tidak pernah melarang seseorang untuk berpindah mazhab. Juga tidak pernah mewajibkan seseorang untuk selalu berpegang pada satu pedapat saja.
Di masa mereka, para ulama yang berbeda tentang hukum qunut itu bisa shalat berjamaah dengan rukun, tanpa harus saling menjelekkan apalagi saling mencaci ata mengatakan tukang bid’ah.
Semoga Allah SWT meluaskan ilmu kita dan semakin memberikan kecerdasan syariah kepada umat ini. Amien.
“Apakah disyariatkan menggunakan doa qunut witir (yaitu allahummahdini fiman hadaita …) pada rakaat terakhir shalat shubuh?!”
Jawaban beliau,
“Doa qunut witir yang terkenal yang Nabi ajarkan kepada al Hasan bin Ali yaitu allahummahdini fiman hadaita …tidak terdapat dalil yang menunjukkan bolehnya menggunakan doa tersebut untuk selain shalat witir. Tidak terdapat satupun riwayat yang menunjukkan bahwa Nabi berqunut dengan membaca doa tersebut baik pada shalat shubuh ataupun shalat yang lain.
Qunut dengan menggunakan doa tersebut di shalat shubuh sama sekali tidak ada dasarnya dari sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sedangkan qunut shubuh namun dengan doa yang lain maka inilah yang diperselisihkan di antara para ulama. Ada dua pendapat dalam hal ini. Pendapat yang paling tepat adalah tidak ada qunut pada shalat shubuh kecuali ada sebab yang terkait dengan kaum muslimin secara umum.
Misalnya ada bencana selain wabah penyakit yang menimpa kaum muslimin maka kaum muslimin disyariatkan untuk berqunut pada semua shalat wajib, termasuk di dalamnya shalat shubuh, agar Allah menghilangkan bencana dari kaum muslimin.
Meski demikian, andai imam melakukan qunut pada shalat shubuh maka seharusnya makmum tetap mengikuti qunut imam dan mengaminkan doanya sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Ahmad dalam rangka menjaga persatuan kaum muslimin.
Sedangkan timbulnya permusuhan dan kebencian karena perbedaan pendapat semacam ini adalah suatu yang tidak sepatutnya terjadi. Masalah ini adalah termasuk masalah yang dibolehkan untuk berijtihad di dalamnya. Menjadi kewajiban setiap muslim dan para penuntut ilmu secara khusus untuk berlapang dada ketika ada perbedaan pendapat antara dirinya dengan saudaranya sesama muslim. Terlebih lagi jika diketahui bahwa saudaranya tersebut memiliki niat yang baik dan tujuan yang benar. Mereka tidaklah menginginkan melainkan kebenaran. Sedangkan masalah yang diperselisihkan adalah masalah ijtihadiah. Dalam kondisi demikian maka pendapat kita bagi orang yang berbeda dengan kita tidaklah lebih benar jika dibandingkan dengan pendapat orang tersebut bagi kita. Hal ini dikarenakan pendapat yang ada hanya berdasar ijtihad dan tidak ada dalil tegas dalam masalah tersebut. Bagaimanakah kita salahkan ijtihad orang lain tanpa mau menyalahkan ijtihad kita. Sungguh ini adalah bentuk kezaliman dan permusuhan dalam penilaian terhadap pendapat” (Kutub wa Rasail Ibnu Utsaimin 208/12-13, pertanyaan no 772, Maktabah Syamilah).
Pada kesempatan lain, Ibnu Utsaimin mengatakan,
“Qunut dalam shalat shubuh secara terus menerus tanpa ada sebab syar’i yang menuntut untuk melakukannya adalah perbuatan yang menyelisihi sunnah Rasul. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah qunut shubuh secara terus menerus tanpa sebab. Yang ada beliau melakukan qunut di semua shalat wajib ketika ada sebab. Para ulama menyebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan qunut di semua shalat wajib jika ada bencana yang menimpa kaum muslimin yang mengharuskan untuk melakukan qunut. Qunut ini tidak hanya khusus pada shalat shubuh namun dilakukan pada semua shalat wajib.
Tentang qunut nazilah (qunut karena ada bencana yang terjadi), para ulama bersilang pendapat tentang siapa saja yang boleh melakukannya, apakah penguasa yaitu pucuk pimpinan tertinggi di suatu negara ataukah semua imam yang memimpin shalat berjamaah di suatu masjid ataukah semua orang boleh qunut nazilah meski dia shalat sendirian.
Ada ulama yang berpendapat bahwa qunut nazilah hanya dilakukan oleh penguasa. Alasannya hanya Nabi saja yang melakukan qunut nazilah di masjid beliau. Tidak ada riwayat yang mengatakan bahwa selain juga mengadakan qunut nazilat pada saat itu.
Pendapat kedua, yang berhak melakukan qunut nazilah adalah imam shalat berjamaah. Alasannya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengadakan qunut karena beliau adalah imam masjid. Sedangkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri bersabda,
“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku mengerjakan shalat” (HR Bukhari).
Pendapat ketiga, yang berhak melakukan qunut nazilah adalah semua orang yang mengerjakan shalat karena qunut ini dilakukan disebabkan bencana yang menimpa kaum muslimin. Sedangkan orang yang beriman itu bagaikan sebuah bangunan, sebagiannya menguatkan sebagian yang lain.
Pendapat yang paling kuat adalah pendapat ketiga. Sehingga qunut nazilah bisa dilakukan oleh penguasa muslim di suatu negara, para imam shalat berjamaah demikian pula orang-orang yang mengerjakan shalat sendirian.
Akan tetapi tidak diperbolehkan melakukan qunut dalam shalat shubuh secara terus menerus tanpa ada sebab yang melatarbelakanginya karena perbuatan tersebut menyelisihi petunjuk Nabi.
Bila ada sebab maka boleh melakukan qunut di semua shalat wajib yang lima meski ada perbedaan pendapat tentang siapa saja yang boleh melakukannya sebagaimana telah disinggung di atas.
Akan tetapi bacaan qunut dalam qunut nazilah bukanlah bacaan qunut witir yaitu “allahummahdini fiman hadaita” dst. Yang benar doa qunut nazilah adalah doa yang sesuai dengan kondisi yang menyebabkan qunut nazilah dilakukan. Demikianlah yang dipraktekkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Tanya: Jika seorang itu menjadi makmum sedangkan imamnya melakukan qunut shubuh apakah makmum mengikuti imam dengan mengangkat tangan dan mengaminkan doa qunut imam ataukah diam saja?
Jawaban: Sikap yang benar adalah mengaminkan doa imam sambil mengangkat tangan dalam rangka mengikuti imam karena khawatir merusak persatuan. Imam Ahmad menegaskan bahwa seorang yang menjadi makmum dengan orang yang melakukan qunut shubuh itu tetap mengikuti imam dan mengaminkan doa imam. Padahal Imam Ahmad dalam pendapatnya yang terkenal yang mengatakan bahwa qunut shubuh itu tidak disyariatkan. Meski demikian, beliau membolehkan untuk mengikuti imam yang melakukan qunut shubuh karena dikhawatirkan menyelisihi imam dalam hal ini akan menimbulkan perselisihan hati di antara jamaah masjid tersebut.
Inilah yang diajarkan oleh para shahabat. Khalifah Utsman di akhir-akhir masa kekhilafahannya tidak mengqashar shalat saat mabit di Mina ketika pelaksanaan ibadah haji. Tindakan beliau ini diingkari oleh para shahabat. Meski demikian, para shahabat tetap bermakmum di belakang Khalifah Utsman. Sehingga mereka juga tidak mengqashar shalat. Adalah Ibnu Mas’ud diantara yang mengingkari perbuatan Utsman tersebut. Suatu ketika, ada yang berkata kepada Ibnu Mas’ud,
“Wahai Abu Abdirrahman (yaitu Ibnu Mas’ud) bagaimanakah bisa-bisanya engkau mengerjakan shalat bersama amirul mukminin Utsman tanpa qashar sedangkan Nabi, Abu Bakar dan Umar tidak pernah melakukannya. Beliau mengatakan, “Menyelisihi imam shalat adalah sebuah keburukan” (Diriwayatkan oleh Abu Daud)”
Tanya: Bila kita sembahyang subuh , tetapi kita lupa untuk membacakan Do’a Qunut yang seharusnya dibaca, sehingga sembahyang selesai dengan tidak disengaja, apakah shah sembahyang kita itu dan apapun hukumnya ?
Jawab: Qunut pada sembahyang shubuh dan pada witir nisfu yang kedua daripada ramadhan adalah sunnat Ab’adl , yang disunnatkan bagi mereka yang meninggalkannya untuk melakukan sujud sahwi. sama ada ditinggalkannya dengan lupa ataupun dengan sengaja. Hanya kalau ditinggalkan dengan lupa yang munasabah dzikir yang dibaca dalam sujudnya yang dua itu :
سبحان من لا ينام ولا يسهو
Artinya : Maha suci Tuhan yang tidak tidur dan tidak lupa.
Sedangkan jika ditinggalkan, dengan sengaja. maka baiklah beristigfar dalam dua sujudnya itu, karena meninggalkan sunnat Ab’aadl dengan sengaja ada unsure-unsur kenakalan.
sekiranya disengajapun meninggalkan qunut dan sengaja pula tidak mensujudkannya, maka shahlah sembahyang itu, karena qunut dan sujud sahwi bukanlah rukun dan bukan syarat, tetapi hukumnya hanyalah sunnat, Hanya makruhlah meninggalkannya dengan sengaja.
disebutkan dalam kitab : Al Azkar bagi Imam Nawawi halaman : 72 :
إعلم : أن القنوت في صلاة الصبح سنة للحديث الصحيح فيه عن أنس رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم لم يزل يقنت في الصبح حتى فارق الدنيا ( رواه الحاكم أبوعبد الله في كتاب الأربعين وقال حديث صحيح) واعلم أن القنوت مشروع وهو سنة عندنا في الصبح متأكدة لو تركه لم تبطل صلاته لكن يسجد للسهو سواء تركه عمدا أو سهوا
Artinya :
ketahuilah bahwa qunut pada sembahyang shubuh itu hukumnya sunnat, karena ada hadis shahih dalam hal tersebut. yang diriwayatkan dari Anas RA. bahawa rasulallah SAW. senentiasa melakukan qunut pada sembahyang shubuh sampai beliu meninggal dunia. Telah meriwayatkan dia oleh Al Hakim Abu Abdillah di dalam kitabul Arba’in. dan dikatakannya : hadis shahih dan ketahuilah bahwa qunut itu disyari’atkan dan yaitu sunnat pada mazhab kita (Syafi’iy)pada shubuh sebagai sunnat yang kuat. jika ditinggalkannya tidak batal sembahyangnya tetapi dilakukanlah sujud sahwi, sama ada ditinggalkan dengan sengaja ataupun lupa.
diolah dari berbagai sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar