Hukum Do’a Qunut
Tanya Jawab Masalah Doa Qunut:
Tanya: Bagaimanakah hukum
qunut Shubuh sebenarnya ?
Jawab : Dalam masalah ibadah menetapkan suatu
amalan bahwa itu adl disyariatkan {wajib maupun sunnah} terbatas pada adanya
dalil dari Al-Qur’an maupun As-sunnah yg shohih menjelaskannya. Kalau tidak ada
dalil yg benar maka hal itu tergolong membuat perkara baru dalam agama yg
terlarang dalam syariat Islam sebagaimana dalam hadits Aisyah riwayat
Bukhary-Muslim :
مَنْ أَحْدَثَ فِيْ
أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَد ٌّ. وَ فِيْ رِوَايَةِ مُسْلِمٍ
apa
yg sebenarnya bukan dari perkara maka hal itu adl tertolak . Dan dalam riwayat
Muslim : Siapa yang berbuat satu amalan yg tidak di atas perkara kami maka ia
adl tertolak .Dan ini hendaknya dijadikan sebagai kaidah pokok oleh tiap muslim
dalam menilai suatu perkara yg disandarkan kepada agama.Setelah mengetahui hal
ini kami akan berusaha menguraikan pendapat-pendapat para ulama dalam masalah
ini.Uraian Pendapat Para UlamaAda tiga pendapat dikalangan para ulama tentang
disyariatkan atau tidaknya qunut Shubuh.Pendapat pertama : Qunut shubuh
disunnahkan secara terus-menerus ini adl pendapat Malik Ibnu Abi Laila Al-Hasan
bin Sholih dan Imam Syafi’iy.
Pendapat
kedua : Qunut shubuh tidak disyariatkan krn qunut itu sudah mansukh {terhapus
hukumnya}. Ini pendapat Abu Hanifah Sufyan Ats-Tsaury dan lain-lainnya dari
ulama Kufah.Pendapat ketiga : Qunut pada sholat shubuh tidaklah disyariatkan
kecuali pada qunut nazilah maka boleh dilakukan pada sholat shubuh dan pada
sholat-sholat lainnya. Ini adl pendapat Imam Ahmad Al-Laits bin Sa’d Yahya bin
Yahya Al-Laitsy dan ahli fiqh dari para ulama ahlul hadits.Dalil Pendapat
PertamaDalil yg paling kuat yg dipakai oleh para ulama yg menganggap qunut
subuh itu sunnah adalah hadits berikut ini :
مَا زَالَ رَسُوْلُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ يَقْنُتُ فِيْ صَلاَةِ الْغَدَاةِ
حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا
Terus-menerus
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa a lihi wa sallam qunut pada sholat Shubuh
sampai beliau meninggalkan dunia .Dikeluarkan oleh ‘Abdurrozzaq dalam Al
Mushonnaf 3/110 no.4964 Ahmad 3/162 Ath-Thoh awy dalam Syarah Ma’ani Al Atsar
1/244 Ibnu Syahin dalam Nasikhul Hadits Wamansukhih no.220 Al-Ha kim dalam
kitab Al-Arba’in sebagaimana dalam Nashbur Royah 2/132 Al-Baihaqy 2/201 dan
dalam Ash-Shugro 1/273 Al-Baghawy dalam Syarhus Sunnah 3/123-124 no.639 Ad-
Daruquthny dalam Sunannya 2/39 Al-Maqdasy dalam Al-Mukhtaroh 6/129-130 no.2127
Ibnul Jauzy dalam At-Tahqiq no.689-690 dan dalam Al-’Ilal Al-Mutanahiyah no.753
dan Al-Khatib Al- Baghdady dalam Mudhih Auwan Al Jama’ wat Tafr iq 2/255 dan
dalam kitab Al-Qunut sebagaimana dalam At-Tahqiq 1/463.Semuanya dari jalan Abu
Ja’far Ar-Rozy dari Ar-Robi’ bin Anas dari Anas bin Malik.Hadits ini
dishohihkan oleh Muhammad bin ‘Ali Al-Balkhy dan Al-Hakim sebagaimana dalam
Khulashotul Badrul Munir 1/127 dan disetujui pula oleh Imam Al-Baihaqy. Namun
Imam Ibnu Turkumany dalam Al-Jauhar An-Naqy berkata : Bagaimana bisa sanadnya
menjadi shohih sedang rowi yg meriwayatkannya dari Ar-Rob i’ bin Anas adl Abu
Ja’far ‘Isa bin Mahan Ar- Rozy mutakallamun fihi . Berkata Ibnu Hambal dan
An-Nasa`i : Laysa bil qowy {bukan orang yg kuat} . Berkata Abu Zur’ah : Yahimu
katsiran . Berkata Al-Fallas : Sayyi`ul hifzh . Dan berkata Ibnu Hibban : Dia
bercerita dari rowi-rowi yg masyhur hal-hal yg mungkar . Dan Ibnul Qoyyim dalam
Zadul Ma’ad jilid I hal.276 setelah menukil suatu keterangan dari gurunya Ibnu
Taimiyah tentang salah satu bentuk hadits mungkar yg diriwayatkan oleh Abu
Ja’far Ar-Rozy beliau berkata : Dan yg dimaksudkan bahwa Abu Ja’far Ar-R ozy
adl orang yang memiliki hadits-hadits yg mungkar sama sekali tidak dipakai
berhujjah oleh seorang pun dari para ahli hadits periwayatan haditsnya yg ia
bersendirian dengannya .Dan bagi siapa yg membaca keterangan para ulama tentang
Abu Ja’far Ar-R ozy ini ia akan melihat bahwa kritikan terhadap Abu Ja’far ini
adl Jarh mufassar {Kritikan yg jelas menerangkan sebab lemahnya seorang rawi}.
Maka apa yg disimpulkan oleh Ibnu Hajar dalam Taqrib-Tahdzib sudah sangat
tepat. Beliau berkata : Shoduqun sayi`ul hifzh khususon ‘anil Mughiroh .Maka
Abu Ja’far ini lemah haditsnya dan hadits qunut subuh yg ia riwayatkan ini adl
hadits yang lemah bahkan hadits yg mungkar.Dihukuminya hadits ini sebagai
hadits yg mungkar krn 2 sebab :Satu : Makna yg ditunjukkan oleh hadits ini
bertentangan dgn hadits shohih yg menunjukkan bahwa Nabi shollallahu ‘alaihi wa
alihi wa sallam tidak melakukan qunut kecuali qunut nazilah sebagaimana dalam
hadits Anas bin Malik :
أَنَّ النَّبِيَّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ كَانَ لاَ يَقْنُتُ إِلاَّ إِذَا دَعَا
لِقَوْمٍ أَوْ عَلَى قَوْمٍ
Sesungguhnya
Nabi shollallahu ‘alaihi wa a lihi wa sallam tidak melakukan qunut kecuali bila
beliau berdo’a utk suatu kaum atau berdo’a .
Dikeluarkan
oleh Ibnu Khuzaimah 1/314 no. 620 dan dan Ibnul Jauzi dalam At-Tahqiq 1/460 dan
dishahihkan oleh Syeikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 639.Kedua : Adanya
perbedaan lafazh dalam riwayat Abu Ja’far Ar-Rozy ini sehingga menyebabkan
adanya perbedaan dalam memetik hukum dari perbedaan lafazh tersebut dan
menunjukkan lemahnya dan tidak tetapnya ia dalam periwayatan. Kadang ia
meriwayatkan dgn lafazh yg disebut di atas dan kadang meriwayatkan dgn lafazh :
أَنَّ النَّبِيَّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَنَتَ فٍي الْفَجْرِ
Sesungguhnya
Nabi shollahu ‘alahi wa alihi wa sallam qunut pada shalat Subuh .Hadits ini
diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushonnaf 2/104 no.7003 dan
disebutkan pula oleh imam Al Maqdasy dalam Al Mukhtarah 6/129.emudian sebagian
para ‘ulama syafi’iyah menyebutkan bahwa hadits ini mempunyai beberapa
jalan-jalan lain yg menguatkannya maka mari kita melihat jalan-jalan tersebut
:Jalan Pertama : Dari jalan Al-Hasan Al-Bashry dari Anas bin Malik beliau
berkata :
قَنَتَ رَسُوْلُ اللهِ
صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ وَأَبُوْ بَكْرٍ وَعُمْرَ وَعُثْمَانَ
وَأَحْسِبُهُ وَرَابِعٌ حَتَّى فَارَقْتُهُمْ
Rasulullah
Shollallahu ‘alaihi wa alihi wa Sallam Abu Bakar ‘Umar dan ‘Utsman dan saya
menyangka dan keempat sampai saya berpisah denga mereka .Hadits ini
diriwayatkan dari Al Hasan oleh dua orang rawi :Pertama : ‘Amru bin ‘Ubaid.
Dikeluarkan oleh Ath-Thohawy dalam Syarah Ma’ani Al Atsar 1/243 Ad-Daraquthny
2/40 Al Baihaqy 2/202 Al Khatib dalam Al Qunut dan dari jalannya Ibnul Jauzy
meriwayatkannya dalam At-Tahqiq no.693 dan Adz-Dzahaby dalam Tadzkiroh Al
Huffazh 2/494.
Dan
‘Amru bin ‘Ubaid ini adl gembong kelompok sesat Mu’tazilah dan dalam periwayatan
hadits ia dianggap sebagai rawi yg matrukul hadits .Kedua : Isma’il bin Muslim
Al Makky dikeluarkan oleh Ad-Da raquthny dan Al Baihaqy. Dan Isma’il ini
dianggap matrukul hadits oleh banyak orang imam. Baca : Tahdzibut
Tahdzib.Catatan :Berkata Al Hasan bin Sufyan dalam Musnadnya : Menceritakan
kepada kami Ja’far bin Mihr on menceritakan kepada kami ‘Abdul Warits bin Sa’id
menceritakan kepada kami Auf dari Al Hasan dari Anas beliau berkata :
صَلَّيْتُ مَعَ
رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ يَزَلْ يَقْنُتُ
فِيْ صَلاَةِ الْغَدَاةِ حَتَّى فَارَقْتُهُ
Saya
sholat bersama Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa alihi wa Sallam maka beliau
terus- menerus qunut pada sholat Subuh sampai saya berpisah dgn beliau .Riwayat
ini merupakan kekeliruan dari Ja’far bin Mihron sebagaimana yg dikatakan oleh
imam Adz-Dzahaby dalam Mizanul I’tidal 1/418. Karena ‘Abdul Warits tidak
meriwayatkan dari Auf tapi dari ‘Amru bin ‘Ubeid sebagaiman dalam riwayat Abu
‘Umar Al Haudhy dan Abu Ma’mar – dan beliau ini adl orang yg paling kuat
riwayatnya dari ‘Abdul Warits-.Jalan kedua : Dari jalan Khalid bin Da’laj dari
Qotadah dari Anas bin M alik :
صَلَّيْتُ خَلْفَ
رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ وَخَلْفَ عُمَرَ فَقَنَتَ
وَخَلْفَ عُثْمَانَ فَقَنَتَ
Saya
sholat di belakang Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam lalu
beliau qunut dan dibelakang ‘umar lalu beliau qunut dan di belakang ‘Utsman
lalu beliau qunut .Dikeluarkan oleh Al Baihaqy 2/202 dan Ibnu Syahin dalam
Nasikhul Hadi ts wa Mansukhih no.219. Hadits di atas disebutkan oleh Al Baihaqy
sebagai pendukung utk hadits Abu Ja’far Ar- Rozy tapi Ibnu Turkumany dalam Al
Jauhar An Naqy menyalahkan hal tersebut beliau berkata : Butuh dilihat keadaan
Khalid apakah bisa dipakai sebagai syahid atau tidak krn Ibnu Hambal Ibnu Ma’in
dan Ad-Daruquthny melemahkannya dan Ibnu Ma’ in berkata di : laisa bi syay`in
dan An-Nasa`i berkata : laisa bi tsiqoh {bukan tsiqoh}. Dan tidak seorangpun
dari pengarang Kutubus Sittah yg mengeluarkan haditsnya. Dan dalam Al-Mizan Ad
Daraquthny mengkategorikannya dalam rowi-rowi yg matruk.Kemudian yg aneh di
dalam hadits Anas yg lalu perkataannya Terus-menerus beliau qunut pada sholat
Subuh hingga beliau meninggalkan dunia itu tidak terdapat dalam hadits Khal id.
Yang
ada hanyalah beliau ‘alaihis Salam qunut dan ini adl perkara yg ma’ruf . Dan yg
aneh hanyalah terus-menerus melakukannya sampai meninggal dunia. Maka di atas
anggapan dia cocok sebagai pendukung bagaimana haditsnya bisa dijadikan sebagai
syahid .Jalan ketiga : Dari jalan Ahmad bin Muhammad dari Dinar bin ‘Abdillah
dari Anas bin Malik :
مَا زَالَ رَسُوْلُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ يَقْنُتُ فِيْ صَلاَةِ الْصُبْحِ
حَتَّى مَاتَ
Terus-menerus
Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa a lihi wa Sallam qunut pada sholat Subuh
sampai beliau meninggal .Dikeluarkan oleh Al Khatib dalam Al Qunut dan dari
jalannya Ibnul Jauzy dalam At-Tahq iq no.695.Ahmad bin Muhammad yg diberi gelar
dgn nama Ghulam Khalil adl salah seorang pemalsu hadits yg terkenal. Dan Dinar
bin ‘Abdillah kata Ibnu ‘Ady : Mungkarul hadits . Dan berkata Ibnu Hibba n : Ia
meriwayatkan dari Anas bin Malik perkara- perkara palsu tidak halal dia disebut
di dalam kitab kecuali utk mencelanya .Kesimpulan pendapat pertama:Jelaslah
dari uraian diatas bahwa seluruh dalil-dalil yg dipakai oleh pendapat pertama
adl hadits yg lemah dan tidak bisa dikuatkan.Kemudian anggaplah dalil mereka
itu shohih bisa dipakai berhujjah juga tidak bisa dijadikan dalil akan
disunnahkannya qunut subuh secara terus-menerus sebab qunut itu secara bahasa
mempunyai banyak pengertian. Ada lbh dari 10 makna sebagaimana yg dinukil oleh
Al-Hafidh Ibnu Hajar dari Al-Iraqi dan Ibnul Arabi.1} Doa2} Khusyu’3} Ibadah4}
Taat5} Menjalankan ketaatan.6} Penetapan ibadah kepada Allah7} Diam8} Shalat9}
Berdiri10} Lamanya berdiri11} Terus menerus dalam ketaatanDan ada makna-makna
yg lain yg dapat dilihat dalam Tafsir Al-Qurthubi 2/1022 Mufradat Al- Qur’an
karya Al-Ashbahany hal. 428 dan lain-lain.Maka jelaslah lemahnya dalil orang yg
menganggap qunut subuh terus-menerus itu sunnah.Dalil Pendapat KeduaMereka
berdalilkan dgn hadits Abu Hurairah riwayat Bukhary-Muslim :
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ حِيْنَ يَفْرَغُ مِنْ صَلاَةِ
الفَجْرِ مِنَ الْقِرَاءَةِ وَيُكَبِّرُ وَيَرْفَعُ رَأْسَهُ سَمِعَ اللهُ لِمَنْ
حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ ثُمَّ يَقُوْلُ وَهُوَ قَائِمٌ اَللَّهُمَّ
أَنْجِ اَلْوَلِيْدَ بْنَ الْوَلِيْدِ وَسَلَمَةَ بْنَ هِشَامٍ وَعَيَّاشَ بْنَ
أَبِيْ رَبِيْعَةَ وَالْمُسْتَضْعَفِيْنَ مِنَ الْمُُؤْمِنِيْنَ اَللَّهُمَّ
اشْدُدْ وَطْأَتَكَ عَلَى مُضَرَ وَاجْعَلْهَا عَلَيْهِمْ كَسِنِيْ يُوْسُفَ
اَللَّهُمَّ الْعَنْ لِحْيَانَ وَرِعْلاً وَذَكْوَانَ وَعُصَيَّةَ عَصَتِ اللهَ
وَرَسُوْلَهُ ثُمَّ بَلَغَنَا أَنَهُ تَرَكَ ذَلِكَ لَمَّا أَنْزَلَ : {{ لَيْسَ
لَكَ مِنَ الأَمْرِ شَيْءٌ أَوْ يَتُوْبَ عَلَيْهِمْ أَوْ يُعَذِّبَهُمْ
فَإِنَّهُمْ ظَالِمُوْنَ }}
Adalah
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam ketika selesai membaca {surat
dari rakaat kedua} di shalat Fajr dan kemudian bertakbir dan mengangkat
kepalanya berkata : Sami’allahu liman hamidah rabbana walakal hamdu lalu beliau
berdoa dalaam keadaan berdiri.
Ya
Allah selamatkanlah Al-Walid bin Al-Walid Salamah bin Hisyam ‘Ayyasy bin Abi
Rabi’ah dan orang-orang yg lemah dari kaum mu`minin. Ya Allah keraskanlah pijakan-Mu
atas kabilah Mudhar dan jadianlah atas mereka tahun-tahun seperti tahun-tahun
Nabi Yusuf. Wahai Allah laknatlah kabilah Lihyan Ri’lu Dzakw an dan ‘Ashiyah yg
bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya. Kemudian sampai kepada kami bahwa beliau
meningalkannya tatkala telah turun ayat : Tak ada sedikitpun campur tanganmu
dalam urusan mereka itu atau Allah menerima taubat mereka atau mengazab mereka
karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yg zalim . Berdalilkan dgn hadits
ini menganggap mansukh-nya qunut adl pendalilan yg lemah karena dua hal
:Pertama : ayat tersebut tidaklah menunjukkan mansukh-nya qunut sebagaimana yg
dikatakan oleh Imam Al-Qurthuby dalam tafsirnya sebab ayat tersebut hanyalah
menunjukkan peringatan dari Allah bahwa segala perkara itu kembali kepada-Nya.
Dialah yg menentukannya dan hanya Dialah yg mengetahui perkara yg ghoib.Kedua :
Diriwayatkan oleh Bukhary – Muslim dari Abu Hurairah beliau berkata :
وَاللهِ لَأَقْرَبَنَّ
بِكُمْ صَلاَةَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ فَكَانَ
أَبُوْ هُرَيْرَةَ يَقْنُتُ فِي الظُّهْرِ وَالْعِشَاءِ الْآخِرَةِ وَصَلاَةِ
الْصُبْحِ وَيَدْعُوْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَيَلْعَنُ الْكُفَّارَ.
Dari
Abi Hurairah radliyallahu `anhu beliau berkata : Demi Allah sungguh saya akan
mendekatkan utk kalian cara shalat Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wa
sallam. Maka Abu Hurairah melakukan qunut pada shalat Dhuhur Isya’ dan Shubuh.
Beliau mendoakan kebaikan untuk kaum mukminin dan memintakan laknat utk
orang-orang kafir .Ini menunjukkan bahwa qunut nazilah belum mansu kh.
Andaikata qunut nazilah telah mansukh tentunya Abu Hurairah tidak akan
mencontohkan cara sholat Nabi shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam dgn qunut
nazilah .Dalil Pendapat KetigaSatu : Hadits Sa’ad bin Thoriq bin Asyam
Al-Asyja’i
قُلْتُ لأَبِيْ : يَا
أَبَتِ إِنَّكَ صَلَّيْتَ خَلْفَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وآله وسلم وَأَبِيْ
بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيَ رَضِيَ الله عَنْهُمْ هَهُنَا
وَبِالْكُوْفَةِ خَمْسَ سِنِيْنَ فَكَانُوْا بَقْنُتُوْنَ فيِ الفَجْرِ فَقَالَ :
أَيْ بَنِيْ مُحْدَثٌ .
Saya
bertanya kepada ayahku : Wahai ayahku engkau sholat di belakang Rasulullah
shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam dan di belakang Abu Bakar ‘Umar ‘Utsman
dan ‘Ali radhiyallahu ‘anhum di sini dan di Kufah selama 5 tahun apakah mereka
melakukan qunut pada sholat subuh ? . Maka dia menjawab : Wahai anakku hal
tersebut adl perkara baru . Dikeluarkan oleh Tirmidzy no. 402 An-Nasa`i no.1080
dan dalam Al-Kubro no.667 Ibnu Majah no.1242 Ahmad 3/472 dan 6/394 Ath-Thoy
alisy no.1328 Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushonnaf 2/101 no.6961 Ath-Thohawy
1/249 Ath-Thobarany 8/no.8177-8179 Ibnu Hibban sebagaimana dalam Al-Ihs an
no.1989 Baihaqy 2/213 Al-Maqdasy dalam Al-Mukhtarah 8/97-98 Ibnul Jauzy dalam
At-Tahqiq no.677-678 dan Al-Mizzy dalam Tahdzibul Kam al dan dishohihkan oleh
syeikh Al-Albany dalam Irwa`ul Gholil no.435 dan syeikh Muqbil dalam Ash-Shohih
Al- Musnad mimma laisa fi Ash-Shoh ihain.Dua : Hadits Ibnu ‘Umar
عَنْ أَبِيْ مِجْلَزِ
قَالَ : صَلَّيْتُ مَعَ اِبْنِ عُمَرَ صَلاَةَ الصُّبْحِ فَلَمْ يَقْنُتْ . فَقُلْتُ
: آلكِبَرُ يَمْنَعُكَ قَالَ : مَا أَحْفَظُهُ عَنْ أَحَدٍ مِنْ أَصْحَابِيْ
Dari
Abu Mijlaz beliau berkata : saya sholat bersama Ibnu ‘Umar sholat shubuh lalu
beliau tidak qunut. Maka saya berkata : apakah lanjut usia yg menahanmu .
Beliau berkata : saya tidak menghafal hal tersebut dari para shahabatku .
Dikeluarkan oleh Ath-Thohawy 1¦ Al-Baihaqy 2‹ dan Ath-Thabarany sebagaimana
dalam Majma’ Az-Zawa’id 2_ dan Al-Haitsamy berkata : rawi-rawinya tsiqoh
.Ketiga : tidak ada dalil yg shohih menunjukkan disyari’atkannya mengkhususkan
qunut pada sholat shubuh secara terus-menerus.Keempat : qunut shubuh secara
terus-menerus tidak dikenal dikalangan para shahabat sebagaimana dikatakan oleh
Ibnu ‘Umar diatas bahkan syaikul islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Al-Fatawa
berkata : dan demikian pula selain Ibnu ‘Umar dari para shahabat mereka
menghitung hal tersebut dari perkara-perkara baru yg bid’ah .Kelima :
nukilan-nukilan orang-orang yg berpendapat disyari’atkannya qunut shubuh dari
beberapa orang shahabat bahwa mereka melakukan qunut nukilan-nukilan tersebut
terbagi dua :1} Ada yg shohih tapi tidak ada pendalilan dari nukilan-nukilan
tersebut.2} Sangat jelas menunjukkan mereka melakukan qunut shubuh tapi nukilan
tersebut adl lemah tidak bisa dipakai berhujjah.Keenam: setelah mengetahui apa
yg disebutkan diatas maka sangatlah mustahil mengatakan bahwa disyari’atkannya
qunut shubuh secara terus-menerus dgn membaca do’a qunut Allahummahdinaa fi man
hadait…….sampai akhir do’a kemudian diaminkan oleh para ma’mum andaikan hal
tersebut dilakukan secara terus menerus tentunya akan dinukil oleh para
shahabat dengan nukilan yg pasti dan sangat banyak sebagaimana halnya masalah
sholat krn ini adalah ibadah yg kalau dilakukan secara terus menerus maka akan
dinukil oleh banyak para shahabat. Tapi kenyataannya hanya dinukil dalam hadits
yg lemah.Demikian keterangan Imam Ibnul qoyyim Al-Jauziyah dalam Z adul
Ma’ad.KesimpulanJelaslah dari uraian di atas lemahnya dua pendapat pertama dan
kuatnya dalil pendapat ketiga sehinga memberikan kesimpulan pasti bahwa qunut
shubuh secara terus-menerus selain qunut nazilah adl bid’ah tidak pernah
dilakukan oleh Rasulullah dan para shahabatnya. Wallahu a’lam.Silahkan lihat
permasalahan ini dalam Tafsir Al Qurthuby 4/200-201 Al Mughny 2/575-576 Al-
Inshof 2/173 Syarh Ma’any Al-Atsar 1/241-254 Al-Ifshoh 1/323 Al-Majmu’
3/483-485 Hasyiyah Ar-Raud Al Murbi’ : 2/197-198 Nailul Author 2/155-158 Majm
u’ Al Fatawa 22/104-111 dan Zadul Ma’ad 1/271-285.
“Syariah
Qunut Subuh Mana yang Benar?”
Tanya: Terhadap pelaksanaan
qunut di sholat subuh, di mana jamaah lingkungan ana melaksanakannya, namun ana
tidak melakukannya, ana hanya mengangkat tangan. Hal ini dilakukan karena
berpendapat mereka belum dapat menerima hal itu dan akan menghambat dakwah ana
di lingkungan.
Jawaban: Qunut di dalam shalat
shubuh memang merupakan bagian dari masalah yang diperselisihkan oleh para
ulama. Sebagian ulama tidak menerima dalil tentang qunut shalat shubuh, namun
sebagian lainnya tetap memandang bahwa hadits tentang qunut shalat shubuh itu ada
dan kuat.
Di
dalam kitab Subulus Salam Bab Tata Cara Shalat disebutkan beberapa hadits yang
terkait dengan dasar landasan syar’i qunut pada shalat shubuh. Hadits-hadits
itu antara lain:
عن أنس أن النبي قنت
شهرا بعد الركوع يدعو على أحياء من العرب ثم تركه - متفق عليه
Dari
Anas bin Malik ra. berkata bahwa Nabi SAW melakukan qunut selama sebulan untuk
mendoakan kebinasaan arab, kemudian beliau meninggalkannya.
ولأحمد والدارقطني
نحوه من وجه آخر ، وزاد: وأما في الصبح فلم يزل يقنت حتى فارق الدنيا
Dan
dari riwayat Imam Ahmad dan Ad-Daruquthuny sepeti itu juga dari bentuk yang
berbeda dengan tambahan: Sedangkan pada shalat shubuh, maka beliau tetap
melakukan qunut hingga beliau meninggal dunia.
Juga
ada hadits lainnya lewat Abu Hurairah ra.
Dari
Abi Hurairah ra. berkata bahwa Rasulullah SAW bila bangun dari ruku’-nya pada
shalat shubuh di rakaat kedua, beliau mengangkat kedua tanggannya dan
berdoa:Allahummahdini fii man hadait…dan seterusnya.
Juga
ada hadits lainnya:
Dari
Ibnu Abbas ra. berkata bahwa Rasulullah SAW mengajari kami doa untuk dibaca
dalam qunut pada shalat shubuh.
Dengan
adanya beberapa hadits ini, maka para ulama salaf seperti Asy-Syafi’i,
Al-Qasim, Zaid bin Ali dan lainnya mengatakan bahwa melakukan doa qunut pada
shalat shubuh adalah sunnah.
Namun
sebagian ulama lainnya mengatakan bahwa tidak ada kesunnahan dalam qunut shalat
shubuh. Hal ini mereka katakan lantaran hadits-hadits di atas ditolak
kekuatannya. Misalnya hadits riwayat Abu Hurairah itu, mereka katakan dhaif
lantaran di dalamnya ada perawi yang bernama Abdullah bin Said Al-Maqbari. Dia
dianggap oleh banyak muhaddits sebagai orang yang tidak bisa dijadikan hujjah.
Hadits Ibnu Abbas pun juga didahifkan oleh sebagian ulama.
Di
samping itu juga ada hadits-hadits lainnya yang secara tegas mengatakan bahwa
qunut shubuh itu bid’ah.
Dari
Saad bin Thariq Al-Ashja’i ra. berkata, Aku bertanya kepada ayahku, Wahai Ayah,
Anda dulu pernah shalat di belakang Rasulullah SAW, Abu Bakar, Umar, Utsman dan
Ali. Apakah mereka qunut pada shalat shubuh? Ayahku menjawab, Wahai anakku.,
itu adalah bid’ah.
Dari
Anas ra. berkata bahwa Nabi SAW tidak berqunut kecuali jika beliau mendoakan
kebaikan atas suatu kaum atau mendoakan keburukan. .
Qunut
Shubuh: Khilaf Sepanjang Zaman
Dan
masih banyak lagi dalil-dalil syar’i yang saling berbeda, di mana masing-masing
ulama saling mempertahankan pandangannya. Dan keadaan ini tidak akan berakhir
dengan kekalahan atau kemenangan salah satu pihak. Tetapi tetap akan terus
terjadi saling mempertahankan pendapat.
Karena
itu sebaiknya buat anda, tidak perlu ikut terjebak dalam masalah perbedaan
pendapat ini, hingga harus menambah pe-er baru di tengah masyarakat. Kalau Anda
tinggal di sebuah komunitas yang menjalankan qunut shubuh, sebaiknya Anda
menghormati mereka. Janganlah tampakkan perbedaan Anda dengan mereka secara
konfrontatif. Sebab boleh jadi mereka malah memandang bahwa yang tidak pakai
qunut itu adalah lawan mereka.
Sebagai
seorang da’i, tentu posisi seperti sangat tidak produktif. Apalagi masalahnya
pun sekedar perbedaan pandangan kalangan ahli hadits dan ahli fiqih. Sementara
Anda dan masyarakat tempat Anda tinggal itu, tidak satu pun yang punya
kualifikasi sebagai ahli hadits atau pun ahli fiqih. Jadi buat apa saling
berdebat yang bukan wilayah keahliannya.
Namun
Anda tetap boleh memilih salah satunya, terutama bila Anda lebih merasa yakin
dengan pendapat salah satunya itu. Asalkan sebelumnya Anda perlu menimbang dulu
mana yang lebih baik buat dakwah Anda itu.
Dan
para ulama sendiri tidak pernah melarang seseorang untuk berpindah mazhab. Juga
tidak pernah mewajibkan seseorang untuk selalu berpegang pada satu pedapat
saja.
Di
masa mereka, para ulama yang berbeda tentang hukum qunut itu bisa shalat
berjamaah dengan rukun, tanpa harus saling menjelekkan apalagi saling mencaci
ata mengatakan tukang bid’ah.
Semoga
Allah SWT meluaskan ilmu kita dan semakin memberikan kecerdasan syariah kepada
umat ini. Amien.
“Apakah
disyariatkan menggunakan doa qunut witir (yaitu allahummahdini fiman hadaita
…) pada rakaat terakhir shalat shubuh?!”
Jawaban
beliau,
“Doa
qunut witir yang terkenal yang Nabi ajarkan kepada al Hasan bin Ali yaitu allahummahdini
fiman hadaita …tidak terdapat dalil yang menunjukkan bolehnya menggunakan
doa tersebut untuk selain shalat witir. Tidak terdapat satupun riwayat yang
menunjukkan bahwa Nabi berqunut dengan membaca doa tersebut baik pada shalat
shubuh ataupun shalat yang lain.
Qunut
dengan menggunakan doa tersebut di shalat shubuh sama sekali tidak ada dasarnya
dari sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sedangkan
qunut shubuh namun dengan doa yang lain maka inilah yang diperselisihkan di
antara para ulama. Ada dua pendapat dalam hal ini. Pendapat yang paling
tepat adalah tidak ada qunut pada shalat shubuh kecuali ada sebab yang terkait
dengan kaum muslimin secara umum.
Misalnya
ada bencana selain wabah penyakit yang menimpa kaum muslimin maka kaum muslimin
disyariatkan untuk berqunut pada semua shalat wajib, termasuk di dalamnya
shalat shubuh, agar Allah menghilangkan bencana dari kaum muslimin.
Meski demikian, andai imam melakukan qunut pada shalat shubuh maka seharusnya makmum tetap mengikuti qunut imam dan mengaminkan doanya sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Ahmad dalam rangka menjaga persatuan kaum muslimin.
Sedangkan timbulnya permusuhan dan kebencian karena perbedaan pendapat semacam ini adalah suatu yang tidak sepatutnya terjadi. Masalah ini adalah termasuk masalah yang dibolehkan untuk berijtihad di dalamnya. Menjadi kewajiban setiap muslim dan para penuntut ilmu secara khusus untuk berlapang dada ketika ada perbedaan pendapat antara dirinya dengan saudaranya sesama muslim. Terlebih lagi jika diketahui bahwa saudaranya tersebut memiliki niat yang baik dan tujuan yang benar. Mereka tidaklah menginginkan melainkan kebenaran. Sedangkan masalah yang diperselisihkan adalah masalah ijtihadiah. Dalam kondisi demikian maka pendapat kita bagi orang yang berbeda dengan kita tidaklah lebih benar jika dibandingkan dengan pendapat orang tersebut bagi kita. Hal ini dikarenakan pendapat yang ada hanya berdasar ijtihad dan tidak ada dalil tegas dalam masalah tersebut. Bagaimanakah kita salahkan ijtihad orang lain tanpa mau menyalahkan ijtihad kita. Sungguh ini adalah bentuk kezaliman dan permusuhan dalam penilaian terhadap pendapat” (Kutub wa Rasail Ibnu Utsaimin 208/12-13, pertanyaan no 772, Maktabah Syamilah).
Pada kesempatan lain, Ibnu Utsaimin mengatakan,
Meski demikian, andai imam melakukan qunut pada shalat shubuh maka seharusnya makmum tetap mengikuti qunut imam dan mengaminkan doanya sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Ahmad dalam rangka menjaga persatuan kaum muslimin.
Sedangkan timbulnya permusuhan dan kebencian karena perbedaan pendapat semacam ini adalah suatu yang tidak sepatutnya terjadi. Masalah ini adalah termasuk masalah yang dibolehkan untuk berijtihad di dalamnya. Menjadi kewajiban setiap muslim dan para penuntut ilmu secara khusus untuk berlapang dada ketika ada perbedaan pendapat antara dirinya dengan saudaranya sesama muslim. Terlebih lagi jika diketahui bahwa saudaranya tersebut memiliki niat yang baik dan tujuan yang benar. Mereka tidaklah menginginkan melainkan kebenaran. Sedangkan masalah yang diperselisihkan adalah masalah ijtihadiah. Dalam kondisi demikian maka pendapat kita bagi orang yang berbeda dengan kita tidaklah lebih benar jika dibandingkan dengan pendapat orang tersebut bagi kita. Hal ini dikarenakan pendapat yang ada hanya berdasar ijtihad dan tidak ada dalil tegas dalam masalah tersebut. Bagaimanakah kita salahkan ijtihad orang lain tanpa mau menyalahkan ijtihad kita. Sungguh ini adalah bentuk kezaliman dan permusuhan dalam penilaian terhadap pendapat” (Kutub wa Rasail Ibnu Utsaimin 208/12-13, pertanyaan no 772, Maktabah Syamilah).
Pada kesempatan lain, Ibnu Utsaimin mengatakan,
“Qunut
dalam shalat shubuh secara terus menerus tanpa ada sebab syar’i yang menuntut
untuk melakukannya adalah perbuatan yang menyelisihi sunnah Rasul. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah qunut shubuh secara terus menerus
tanpa sebab. Yang ada beliau melakukan qunut di semua shalat wajib ketika ada
sebab. Para ulama menyebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
melakukan qunut di semua shalat wajib jika ada bencana yang menimpa kaum
muslimin yang mengharuskan untuk melakukan qunut. Qunut ini tidak hanya khusus
pada shalat shubuh namun dilakukan pada semua shalat wajib.
Tentang
qunut nazilah (qunut karena ada bencana yang terjadi), para ulama bersilang
pendapat tentang siapa saja yang boleh melakukannya, apakah penguasa yaitu
pucuk pimpinan tertinggi di suatu negara ataukah semua imam yang memimpin
shalat berjamaah di suatu masjid ataukah semua orang boleh qunut nazilah meski
dia shalat sendirian.
Ada
ulama yang berpendapat bahwa qunut nazilah hanya dilakukan oleh penguasa.
Alasannya hanya Nabi saja yang melakukan qunut nazilah di masjid beliau. Tidak
ada riwayat yang mengatakan bahwa selain juga mengadakan qunut nazilat pada
saat itu.
Pendapat
kedua, yang berhak melakukan qunut nazilah adalah imam shalat berjamaah.
Alasannya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengadakan qunut karena beliau
adalah imam masjid. Sedangkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri
bersabda,
“Shalatlah
kalian sebagaimana kalian melihat aku mengerjakan shalat” (HR Bukhari).
Pendapat
ketiga, yang berhak melakukan qunut nazilah adalah semua orang yang mengerjakan
shalat karena qunut ini dilakukan disebabkan bencana yang menimpa kaum
muslimin. Sedangkan orang yang beriman itu bagaikan sebuah bangunan,
sebagiannya menguatkan sebagian yang lain.
Pendapat
yang paling kuat adalah pendapat ketiga. Sehingga qunut nazilah bisa dilakukan
oleh penguasa muslim di suatu negara, para imam shalat berjamaah demikian pula
orang-orang yang mengerjakan shalat sendirian.
Akan
tetapi tidak diperbolehkan melakukan qunut dalam shalat shubuh secara terus
menerus tanpa ada sebab yang melatarbelakanginya karena perbuatan tersebut
menyelisihi petunjuk Nabi.
Bila
ada sebab maka boleh melakukan qunut di semua shalat wajib yang lima meski ada
perbedaan pendapat tentang siapa saja yang boleh melakukannya sebagaimana telah
disinggung di atas.
Akan
tetapi bacaan qunut dalam qunut nazilah bukanlah bacaan qunut witir yaitu “allahummahdini
fiman hadaita” dst. Yang benar doa qunut nazilah adalah doa yang sesuai
dengan kondisi yang menyebabkan qunut nazilah dilakukan. Demikianlah yang
dipraktekkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Tanya: Jika seorang itu
menjadi makmum sedangkan imamnya melakukan qunut shubuh apakah makmum mengikuti
imam dengan mengangkat tangan dan mengaminkan doa qunut imam ataukah diam saja?
Jawaban: Sikap yang benar adalah mengaminkan doa
imam sambil mengangkat tangan dalam rangka mengikuti imam karena khawatir merusak
persatuan. Imam Ahmad menegaskan bahwa seorang yang menjadi makmum dengan orang
yang melakukan qunut shubuh itu tetap mengikuti imam dan mengaminkan doa imam.
Padahal Imam Ahmad dalam pendapatnya yang terkenal yang mengatakan bahwa qunut
shubuh itu tidak disyariatkan. Meski demikian, beliau membolehkan untuk
mengikuti imam yang melakukan qunut shubuh karena dikhawatirkan menyelisihi
imam dalam hal ini akan menimbulkan perselisihan hati di antara jamaah masjid
tersebut.
Inilah
yang diajarkan oleh para shahabat. Khalifah Utsman di akhir-akhir masa
kekhilafahannya tidak mengqashar shalat saat mabit di Mina ketika pelaksanaan
ibadah haji. Tindakan beliau ini diingkari oleh para shahabat. Meski demikian,
para shahabat tetap bermakmum di belakang Khalifah Utsman. Sehingga mereka juga
tidak mengqashar shalat. Adalah Ibnu Mas’ud diantara yang mengingkari perbuatan
Utsman tersebut. Suatu ketika, ada yang berkata kepada Ibnu Mas’ud,
“Wahai
Abu Abdirrahman (yaitu Ibnu Mas’ud) bagaimanakah bisa-bisanya engkau mengerjakan
shalat bersama amirul mukminin Utsman tanpa qashar sedangkan Nabi, Abu Bakar
dan Umar tidak pernah melakukannya. Beliau mengatakan, “Menyelisihi imam shalat
adalah sebuah keburukan” (Diriwayatkan oleh Abu Daud)”
Tanya: Bila kita sembahyang
subuh , tetapi kita lupa untuk membacakan Do’a Qunut yang seharusnya dibaca, sehingga
sembahyang selesai dengan tidak disengaja, apakah shah sembahyang kita itu dan
apapun hukumnya ?
Jawab: Qunut pada sembahyang shubuh dan pada
witir nisfu yang kedua daripada ramadhan adalah sunnat Ab’adl , yang
disunnatkan bagi mereka yang meninggalkannya untuk melakukan sujud sahwi. sama
ada ditinggalkannya dengan lupa ataupun dengan sengaja. Hanya kalau
ditinggalkan dengan lupa yang munasabah dzikir yang dibaca dalam sujudnya yang
dua itu :
سبحان من لا ينام ولا
يسهو
Artinya
: Maha suci Tuhan yang tidak tidur dan tidak lupa.
Sedangkan
jika ditinggalkan, dengan sengaja. maka baiklah beristigfar dalam dua sujudnya
itu, karena meninggalkan sunnat Ab’aadl dengan sengaja ada unsure-unsur
kenakalan.
sekiranya
disengajapun meninggalkan qunut dan sengaja pula tidak mensujudkannya, maka
shahlah sembahyang itu, karena qunut dan sujud sahwi bukanlah rukun dan bukan
syarat, tetapi hukumnya hanyalah sunnat, Hanya makruhlah meninggalkannya dengan
sengaja.
disebutkan
dalam kitab : Al Azkar bagi Imam Nawawi halaman : 72 :
إعلم : أن القنوت في
صلاة الصبح سنة للحديث الصحيح فيه عن أنس رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه
وسلم لم يزل يقنت في الصبح حتى فارق الدنيا ( رواه الحاكم أبوعبد الله في كتاب
الأربعين وقال حديث صحيح) واعلم أن القنوت مشروع وهو سنة عندنا في الصبح متأكدة لو
تركه لم تبطل صلاته لكن يسجد للسهو سواء تركه عمدا أو سهوا
Artinya
:
ketahuilah
bahwa qunut pada sembahyang shubuh itu hukumnya sunnat, karena ada hadis shahih
dalam hal tersebut. yang diriwayatkan dari Anas RA. bahawa rasulallah SAW.
senentiasa melakukan qunut pada sembahyang shubuh sampai beliu meninggal dunia.
Telah meriwayatkan dia oleh Al Hakim Abu Abdillah di dalam kitabul Arba’in. dan
dikatakannya : hadis shahih dan ketahuilah bahwa qunut itu disyari’atkan dan
yaitu sunnat pada mazhab kita (Syafi’iy)pada shubuh sebagai sunnat yang kuat.
jika ditinggalkannya tidak batal sembahyangnya tetapi dilakukanlah sujud sahwi,
sama ada ditinggalkan dengan sengaja ataupun lupa.
diolah dari berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar